Mohon tunggu...
Widz Stoops
Widz Stoops Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Penulis buku “Warisan dalam Kamar Pendaringan”, Animal Lover.

Smile! It increases your face value.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cerita Tentang Kupu-Kupu

30 Oktober 2018   11:02 Diperbarui: 1 November 2018   00:50 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa waktu lalu saya pernah mengikuti self assessment yang diselenggarakan oleh GALLUP Inc, 1 dari top 5 hasilnya adalah empathy, menanggapi hasil assessment ini sahabat dekat saya, Jenn bilang ; 

"Wah ini sih dirimu banget! Boleh kasih komentar gag?"

"Bolehlah.. " jawab saya santai walau agak penasaran.

"Kamu kadang ber-empathy suka tidak pada tempatnya" kata Jenn enteng.

"Hah? Masa sih? Bisa kasih contoh gag?"Tanya saya tambah penasaran.

"Hadeeuh terlalu banyak kali contohnya!  Gini aja deh kamu tuh pernah dengar cerita tentang kupu-kupu gag sih?" Jenn malah balik bertanya.

"Kupu-kupu apa dulu nih, kupu-kupu malam? Jahat amat Jenn, masa gue disamain ama kupu-kupu malam ?" Jawab saya setengah bercanda.

"Huss, kok jadi ngelantur sih! Mau diceritain gag? Tanya Jenn lagi.

Takut Jenn berubah fikiran dengan sigap saya langsung menjawab ;

"Mau .. mau .. mau, ayo dong ceritain!"

Dengan senyum khasnya mulailah si Jenn bercerita :

" Ada seorang anak kecil nih dia lihat ada ulat bulu di dahan pohon. Karena tertarik pada bentuknya, lalu timbul ide untuk memiliknya. Dengan hati-hati diangkatnya ulat bulu itu dengan ranting pohon yang dia patahkan dari pohon yang sama dan lalu dibawanya pulang. Setibanya dirumah, ulat bulu beserta ranting pohonnya dimasukkan kedalam toples." 

" Hiihh gue sih paling geli deh sama ulat bulu!" Sela saya sambil kegelian.

" Oh ya udah kalau geli, gag usah diterusin yaa .. " kata Jenn senyum-senyum.

" Aahh .. terusin lah ..." Jawab saya merajuk.

Jenn pun kembali meneruskan ceritanya.

" Suatu hari si ulat bulu menaiki ranting pohonnya dan mulai bertingkah laku aneh, si anak kecil sangat khawatir dan langsung memanggil ibunya yang kemudian datang dan tentu saja sangat paham kalau yang terjadi pada si ulat bulu itu tidak lain hanyalah proses perubahan dari ulat bulu menjadi kepompong." Jenn berhenti sejenak untuk menyibakkan rambutnya kebelakang dan kemudian meneruskan ceritanya. 

"Sang ibu lalu menjelaskan kepada anak kecil itu bahwa si ulat bulu sedang melalui proses metamorphosa untuk menjadi kupu-kupu. Betapa senangnya si anak kecil mendengar penjelasan sang Ibu, karena sebentar lagi dia akan menyaksikan sesuatu yang belum pernah dia lihat seumur hidupnya. Tiap hari si anak kecil memperhatikan ulat bulu yang perlahan berubah menjadi kepompong."

Jenn perlahan membasahkan bibir dengan lidahnya sendiri, seolah memberikan kode kalau dia butuh segelas air.

"Haus, Jenn? Gue ambilin minum ya? Tanpa menunggu jawaban darinya saya langsung beranjak ke dapur untuk mengambil segelas air.

Setelah saya kembali dengan segelas air, tanpa ragu Jenn langsung merebutnya dari tangan saya, meneguknya hampir setengah gelas, dan kembali meneruskan ceritanya.

"Hingga suatu hari terjadilah peristiwa yang ditunggu-tunggu. Sebuah lubang kecil tiba tiba muncul di permukaan kepompong, seekor kupu-kupu terlihat berusaha untuk keluar. Si anak kecil mula-mula sangat senang menyaksikannya namun lama-lama dia mulai khawatir melihat si kupu-kupu sepertinya berjuang keras untuk keluar, tapi gag bisa! Kayanya si kupu-kupu sudah putus asa! Karena semua usaha sudah dilakukan tapi tetap tidak ada kemajuan."

" Ih, kasihan ya si kupu-kupu" sela saya penuh Iba.

"Tuh kan.. ini nih yang gue maksud, belum apa apa udah empathy" komentar Jenn geregetan.

" Aduuh, gag kok.. udah deh cepetan terusin, dong!" Rengek saya.

" Nah, seperti elu nih wid, si anak merasa empathy ama si kupu-kupu, terus timbul ide buat bantuin si kupu-kupu keluar dari kepompong, akhirnya dia berlari mengambil gunting, dan pelan- pelan diguntinglah  kepompong sedikit-demi sedikit untuk membuat lubang kepompong sedikit agak besar supaya sang kupu-kupu dapat mudah keluar " 

Mendengar ini, saya hampir tak percaya dengan apa yang dilakukan si anak kecil itu, namun saya tetap mendengarkan cerita Jenn dengan seksama.

"Akhirnya si kupu-kupu memang berhasil keluar, tapi tiba-tiba si anak kecil terkejut melihat badan kupu-kupu bengkak dengan sayap yang basah, kuncup dan layu.Dia tetap memperhatikan kupu-kupu dan berharap sayapnya akan mengering, besar dan berkembang. Tapi tau gag wid apa yang terjadi?"

"Mati ya kupu-kupunya?" Tebakku dengan muka memelas.

"Mungkin kalau mati akan lebih baik, tapi yang ada si kupu-kupu menghabiskan seluruh sisa hidupnya terus merayap dengan badannya yang bengkak, sayapnya yang basah dan kuncup dan tidak akan pernah bisa terbang." 

Mendengar itu dengan tidak sengaja saya menitikkan air mata.

"Ya ampun .. cuma cerita kupu-kupu aja lo langsung mewek! Kebangetan deh loh!" Jenn meledek saya.

" Bodo ah, udah lah cepet terusin lagi, terus si anak kecilnya gimana?" Tanya saya.

"Yah, namanya juga anak kecil, dia bingung kok bisa begitu? Apa dia melakukan kesalahan fatal yang menyebabkan kupu-kupu menjadi cacat? Lalu saat dia sedang mereka-reka jawabannya, sang ibu yang memang memperhatikan kejadian itu pun mencoba memberi pencerahan kepada anaknya kalau kupu-kupu itu memang seharusnya menderita dan berjuang. Justru perjuangannya itulah yang nantinya akan mendorongnya keluar dari lubang kepompong yang kecil dan  lubang kecil itulah yang akan  membantu melepaskan cairan dari badan dan sayapnya. Jadi pada saat keluar dari kepompong badannya akan normal, sayapnya kering mengembang. Tanpa melalui perjuangan itu kupu-kupu tidak akan pernah terbang!" 

" Jadi si anak kecil yang tadinya merasa empathy pengen bantu si kupu-kupu, eh niat baiknya malah bikin kupu-kupu cacat seumur hidup yaa" Ujarku berusaha menarik kesimpulan cerita si Jenn.

" Nah, gitu dong, udah mulai pintar nih teman gue satu ini! Jadi wid ingat ya dalam hidup itu kita perlu menderita, perlu berjuang. Lewat  perjuangan dan penderitaan itulah kita akan berkembang  menjadi kuat, kreatif, dewasa dan berpengalaman, istilahnya kita akan punya kemampuan untuk terbang. Nah ini juga nggak beda dengan cara kita memperlakukan orang lain, baik itu anak, saudara, teman siapapun, janganlah kita langsung ber-empathy  untuk cepat-cepat terjun membantu, karena kadang niat kita malah menghalangi mereka untuk bisa mandiri dan bebas!"

Aku masih termangu dengan cerita Jenn, WOW! what a story! Bayangkan betapa kejadian alam sebetulnya penuh hikmah dan juga dapat mengajarkan kita untuk tau bagaimana  dan kapan ber-empathy pada tempatnya.  Segala Puji Bagi Tuhan Seru Sekalian Alam. Amiinn

Wynkoop, 8.31.14

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun