Birunya langit terlihat memesona di atas Pelabuhan Bakauheni, Lampung senja  itu. Semakin syahdu karena gerimis yang sempat turun di siang hari, mematahkan bayangan gerah di pelabuhan.
Minggu, 1 Desember 2024 lalu, bus yang membawa saya tak mengalami kendala dari mulai masuk kawasan Pelabuhan Bakauheni hingga diarahkan menuju dermaga tempat kapal feri tujuan Pelabuhan Merak, Banten berlabuh.
Namun, permasalahan dimulai di sini, antrean kendaraan yang didominasi truk dan bus tampak kurang teratur untuk masuk ke kapal ALS Elvina yang telah menanti. Entah bagaimana konsepnya, tapi kami para penumpang hanya bisa tercengang ketika truk-truk besar saling memotong antrean masuk dan tidak memberikan kesempatan bus kami maju sedikit pun.
Bahkan di beberapa kesempatan, bus kami terpaksa mundur beberapa meter untuk memberikan ruang manuver bagi truk besar yang sudah dipersilakan petugas untuk masuk ke dalam kapal.
Sebenarnya ada satu hal yang membuat para penumpang agak was-was, yakni ombak Selat Sunda yang terlihat tinggi dan bergerak lincah. Kapal feri ALS Elvina terlihat bergoyang hebat karena dihantam ombak.
Ramp door kapal atau pintu rampa yang diturunkan sebagai jembatan bagi kendaraan yang akan masuk kapal, terlihat pula bergoyang dan sesekali bergeser bolak-balik. Butuh skill tinggi untuk mengemudikan kendaraan berat melintas pintu rampa bergoyang itu.
Setelah menunggu sekira 30 menit, akhirnya bus yang saya tumpangi menyerah, balik arah dan menuju ke dermaga lainnya menunggu kapal feri Zoey bersandar dan bongkar muatan. Ah, ini mah alamat butuh penantian dalam waktu lama lagi.
Rupanya, faktor ombak tinggi menjadi alasan utama kenapa bus kami balik arah mencari dermaga yang ombaknya lebih tenang.
"Tadi keras banget ombaknya Mas, ferinya goyang banget, nggak berani kami masuk," ucap sopir bus menjawab pertanyaan saya.
Ya, andai memaksakan masuk melewati pintu rampa yang bergoyang bak banteng liar ditunggangi, tentu sangat beresiko bagi bus besar double decker yang saya tumpangi.
Ternyata keputusan kru bus yang berpindah dermaga dan kapal, berbuah manis. Walau menyisakan sedikit keheranan, entah bagaimana bisa ombak yang masih di lautan yang sama tetapi lebih tenang ketika di dermaga yang berbeda.
Tapi ah, rasa lega akhirnya datang saat bus kami berhasil masuk ke dalam kapal feri. Artinya, saya tidak perlu menginap lagi di Lampung jika perjalanan tertunda.
Seluruh penumpang bus pun turun untuk kemudian naik menuju ruang penumpang. Dan bisa saja saya lanjut duduk lalu terlelap di salah satu bangku di ruang tunggu. Tapi sejenak meluangkan waktu untuk menikmati suasana sekeliling kapal tentu menjadi pilihan lebih menarik.Â
Ya, saat itu kapasitas kapal memang tidak penuh. Hanya 2 bus, beberapa kendaraan pribadi roda dua maupun roda empat, dan beberapa truk, sehingga jumlah penumpang pun jauh lebih sedikit dibandingkan kapasitas kapal sebesar itu.
Berada di atas kapal seperti itu selalu menawarkan pengalaman yang unik dan luar biasa bagi saya. Tak terkecuali di perjalanan kali ini yang teramat berkesan.
Ombak tinggi yang sempat dikhawatirkan, ternyata tidak terlalu berpengaruh dalam perjalanan senja itu. Seolah ombak lautan sengaja menunduk dan memberikan kami jalan yang tenang.
Banyak hal bisa dilakukan untuk membunuh waktu. Dari mulai ngopi yang dihargai sepuluh ribu rupiah per gelasnya, hingga menatap indahnya lautan serta pulau-pulau kecil yang dilalui.Â
Meskipun awak kapal menayangkan film Netflix di ruang tunggu, saya lebih memilih bengong dan meramu pikiran sambil memandang lautan. Rasa-rasanya pilihan saya lebih bermanfaat untuk menenangkan diri dan menyerap asupan alam yang menyalurkan energi positif.Â
Tak terasa, 2 jam berlalu dan para penumpang diberikan aba-aba untuk bersiap kembali masuk ke kendaraan masing-masing. Kapal sudah bersiap bersandar di Pelabuhan Merak, Banten.Â
Begitu pintu rampa terbuka, satu per satu kendaraan keluar dari kapal feri, termasuk bus yang saya tumpangi. Sebuah kelegaan usai menyelesaikan perjalanan itu.
Pelabuhan penyeberangan Merak-Bakauheni yang menghubungkan Pulau Jawa dengan Sumatera sampai detik ini memang memiliki peran vital. Perjalanan saya kali ini pun kian menyadarkan saya betapa vitalnya peran pelabuhan penyeberangan ini bagi perekonomian nasional dan daerah.
Tentu saja, faktor alam seperti ombak tinggi karena cuaca ekstrim, menjadi salah satu momok yang tidak diharapkan. Bahkan, Selasa (3/12) pagi tadi diumumkan bahwa penyeberangan dari Pelabuhan Merak ke Bakauheni ditutup sementara karena cuaca buruk.
Ombak tinggi dan keras, disertai angin kencang membuat kapal-kapal tidak bisa bersandar di pelabuhan. Meskipun saat ini sudah kembali normal, tetapi faktor cuaca bisa saja membuat penyeberangan kembali ditutup.
Pada situasi cuaca tidak menentu seperti ini, sebaiknya siapapun dapat merencanakan dan memperhitungkan kembali jika hendak menyeberang Merak-Bakauheni maupun sebaliknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H