"Tadi keras banget ombaknya Mas, ferinya goyang banget, nggak berani kami masuk," ucap sopir bus menjawab pertanyaan saya.
Ya, andai memaksakan masuk melewati pintu rampa yang bergoyang bak banteng liar ditunggangi, tentu sangat beresiko bagi bus besar double decker yang saya tumpangi.
Ternyata keputusan kru bus yang berpindah dermaga dan kapal, berbuah manis. Walau menyisakan sedikit keheranan, entah bagaimana bisa ombak yang masih di lautan yang sama tetapi lebih tenang ketika di dermaga yang berbeda.
Tapi ah, rasa lega akhirnya datang saat bus kami berhasil masuk ke dalam kapal feri. Artinya, saya tidak perlu menginap lagi di Lampung jika perjalanan tertunda.
Seluruh penumpang bus pun turun untuk kemudian naik menuju ruang penumpang. Dan bisa saja saya lanjut duduk lalu terlelap di salah satu bangku di ruang tunggu. Tapi sejenak meluangkan waktu untuk menikmati suasana sekeliling kapal tentu menjadi pilihan lebih menarik.Â
Ya, saat itu kapasitas kapal memang tidak penuh. Hanya 2 bus, beberapa kendaraan pribadi roda dua maupun roda empat, dan beberapa truk, sehingga jumlah penumpang pun jauh lebih sedikit dibandingkan kapasitas kapal sebesar itu.
Berada di atas kapal seperti itu selalu menawarkan pengalaman yang unik dan luar biasa bagi saya. Tak terkecuali di perjalanan kali ini yang teramat berkesan.
Ombak tinggi yang sempat dikhawatirkan, ternyata tidak terlalu berpengaruh dalam perjalanan senja itu. Seolah ombak lautan sengaja menunduk dan memberikan kami jalan yang tenang.