Mohon tunggu...
Widi Kurniawan
Widi Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pegawai

Pengguna angkutan umum yang baik dan benar | Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Sepotong Rindu dalam Seporsi Soto Ayam yang Dibayar Nontunai

27 November 2024   11:00 Diperbarui: 27 November 2024   12:44 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perlu sabar sedikit agar dapat tempat di dalam warung (foto: widikurniawan)

Jogja memang ditakdirkan untuk selalu dirindukan, karena segala sesuatu di dalamnya, termasuk soto ayam di kala sarapan. Belum lengkap rasanya berkunjung ke Jogja atau Yogyakarta, tanpa menikmati soto ayam untuk mengawali hari.

Satu hal yang menjadi prinsip saya ketika menyambangi Jogja, jika memesan hotel untuk bermalam, pesanlah kamar tanpa include sarapan. Ya, untuk apa sarapan di hotel ketika di luar sana kuliner Jogja terlalu menggoda, terutama soto ayamnya.

Maka pagi itu, dengan berbekal rindu yang telah menggumpal, saya bergegas menuju kawasan Jalan Sudirman Yogyakarta. Tak jauh dari toko buku Gramedia, di situlah nyempil warung sempit yang sepagi itu telah ramai dikerumuni oleh orang-orang.

Soto ayam Pak Dalbe, termasuk dedengkotnya persotoan di Jogja. Menilik lokasinya, berada di tepian jalan protokol pusat kota Jogja, hanya selemparan batu dari Tugu Jogja, dan tak bisa dikatakan jauh dari kawasan kampus UGM.

Warung soto ayam Pak Dalbe yang sempit tapi ramai (foto: widikurniawan)
Warung soto ayam Pak Dalbe yang sempit tapi ramai (foto: widikurniawan)

Pagi itu, yang berdesakan di tengah sempitnya warung soto Pak Dalbe kemungkinan besar adalah para karyawan yang hendak berangkat kerja, menilik dari penampilannya. Tentu bukan pilihan yang salah untuk menjadikan soto ayam sebagai asupan agar kuat menghadapi kenyataan di dunia kerja.

Sebaiknya, jangan sekali-kali memesan soto terpisah dari nasi putihnya ketika berada di warung lejen seperti ini. Nggak masuk blas itu, dan hanya menandakan bahwa Anda pelancong yang ragu-ragu untuk menikmati soto secara paripurna, meresap sampai ke butiran nasinya.

Perlu sabar sedikit agar dapat tempat di dalam warung (foto: widikurniawan)
Perlu sabar sedikit agar dapat tempat di dalam warung (foto: widikurniawan)

Tampilan soto ayam Pak Dalbe jelas tak bisa saya gambarkan dengan sempurna. Tapi izinkan saya setidaknya mencoba menuliskan gambarannya semampu saya.

Seporsi soto ayam dan nasinya, tercampur dengan indahnya hampir memenuhi mangkuk. Ketika dibawa penjualnya menuju meja saya, tampak kepulan asap dari kuah soto yang masih panas.

Formasi andalan dari soto ini adalah bihun, taoge, irisan seledri, kol, serta suwiran ayam kampung dilengkapi dengan taburan bawang goreng. Sejenak akan membuat siapapun tertegun menatapnya, dan saya yakin dalam seporsi soto ayam itu ada potongan rindu yang tak terlihat tapi bisa dirasakan.

Selama bertahun-tahun mencicipi aneka ragam soto, khususnya soto di area Jogja, Semarang, Boyolali, Klaten, dan Solo, saya berkesimpulan bahwa warung soto yang ramai dan enak pasti memiliki pendamping berupa tempe goreng atau mendoan yang nikmat pula.

Tak terkecuali di soto ayam Pak Dalbe ini, ada lauk pendamping berupa mendoan dan sate irisan daging dan kulit ayam yang memang sangat pas untuk berkolaborasi dengan seporsi soto ayam.

Tampilan soto ayam kampung Pak Dalbe (foto: widikurniawan)
Tampilan soto ayam kampung Pak Dalbe (foto: widikurniawan)

Minumnya? Rekomendasi saya tentu teh panas manis yang terasa sepet dan wangi khas sajian teh warungan yang sulit diduplikasi di rumah sendiri.

Usai menyantap nasi soto dan teman-temannya, seolah ada rasa enggan beranjak dari tempat duduk. Rasa-rasanya tak rela momen tersebut telah berlalu, meski perut kenyang, lidah ini seolah masih ingin mencecap kuah soto yang segar dan gurih itu.

Bagi yang tak kebagian tempat duduk dalam warung, bisa makan di area trotoar (foto: widikurniawan)
Bagi yang tak kebagian tempat duduk dalam warung, bisa makan di area trotoar (foto: widikurniawan)

Tapi, kini saatnya bangkit dan membayar.

Uniknya, di warung itu ada dua tujuan pembayaran. Untuk lauk mendoan dan minuman, pengunjung mesti membayar di lapak yang berada di dalam bagian ujung warung. Bayarlah ke mbak-mbak yang menggawangi mendoan dan minuman.

Sedangkan untuk pembayaran soto dan lauk sate, bisa ke mas-mas yang melayani di area gerobak soto. Hebatnya, semua pembayaran diharapkan nontunai menggunakan QRIS.

"Mas, saya nggak ada kembalian, bayar aja pakai kiris," ujar mbak di sektor mendoan dan minuman.

"Wah, saya nggak ada Mbak, mosok bayar segitu pakai kiris?" ucap Mas di depan saya.

"Oh yo wes, besok aja kalau gitu Mas, nggak papa..."

Percakapan itu terasa Jogja banget, kalau nggak cukup bawa uang sekarang bisa kembali lagi besok. Menandakan keramahan orang Jogja.

Namun, yang bikin salut di sini adalah konsistensi warung UMKM seperti itu dalam menggunakan QRIS atau kiris.

"Berapa Mbak, mendoan dua sama teh panas manis satu?" tanya saya.

"Tujuh ribu Mas, pakai kiris aja ya..."

 Ya, bahkan untuk nominal tujuh ribu saja warung itu merasa lebih nyaman menerima pembayaran nontunai pakai QRIS.

Beralih untuk pembayaran soto dan sate, total saya harus membayar 18 ribu rupiah. Lagi-lagi QRIS menjadi cara efektif untuk pembayaran. Sat-set tinggal tunjukkan layar hape ke penjualnya.

Suasana di dalam warung (foto: widikurniawan)
Suasana di dalam warung (foto: widikurniawan)

Tentu tidak semata sistem pembayaran nontunai lewat QRIS yang memberikan manfaat bagi pedagang seperti mereka, karena pemasukan bisa terekam secara rapi. Lebih dari itu ada sisi manfaat lain yang dirasakan lebih nyaman bagi pedagang maupun pembeli.

Warung itu tidak memiliki meja kasir tersendiri, artinya penjual yang melayani makanan atau minuman juga nyambi sebagai kasir. Tentu jika menggunakan transaksi konvensional, memakai uang kertas, setidaknya bakal mengganggu dan kurang higienis.

Bayangkan, mereka memegang makanan dan sekaligus bergantian memegang uang dari pembeli. Tentu bakal merusak romansa kenikmatan dari sajian yang telah dinikmati.

Maka, pembayaran nontunai dan QRIS menjadi pilihan terbaik. Salut untuk warung soto ayam Pak Dalbe yang meskipun memiliki reputasi legendaris tapi tidak alergi menerapkan kemajuan teknologi pembayaran secara nontunai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun