Keinginannya ikut ekskul futsal di sekolah hanya semata ingin bermain dan berkegiatan ekskul yang menyenangkan. Tapi, ironisnya tak adanya minat temannya sesama perempuan serta ucapan yang meremehkan dari teman-teman lainnya membuatnya kehilangan minat ikut ekskul futsal.
Membangun sepak bola wanita Indonesia dari minus
Jika menilik perkembangan sepak bola wanita di Indonesia, barangkali baru beberapa waktu terakhir ini kembali menguat popularitas Timnas sepak bola wanita Indonesia. Seiring dengan prestasi Timnas pria yang meroket ketika PSSI mulai dikomandoi oleh Erick Thohir.
Sejarah memang mencatat kita pernah punya Galanita (Liga Sepak Bola Wanita) yang kemudian menghilang. Lalu sempat ada Liga 1 putri yang muncul di 2019 dan hilang lagi karena pandemi.
Ketua PSSI Erick Thohir dalam beberapa kesempatan selalu mengungkapkan bahwa dalam lingkup sepak bola nasional, tidak boleh menganaktirikan sepak bola wanita. Sepak bola wanita Indonesia kini tengah dibangun lagi, bukan dari nol tapi dari posisi minus.
Sebuah sudut pandang yang sudah tepat dari era kepengurusan PSSI saat ini, tapi harus disadari belum sepenuhnya masyarakat kita memandang yang sama terhadap dunia sepak bola wanita. Dan sebenarnya tak hanya terjadi di Indonesia saja, karena di berbagai belahan dunia lainnya terdapat pula stigma terhadap sepak bola wanita.
Sebuah tantangan besar yang tampaknya membuat PSSI menerapkan strategi pengembangan sepak bola wanita dari atas ke bawah, bukan sebaliknya.
Ya, jika kita melihat saat ini Timnas wanita dibentuk dengan serius dengan merekrut bakat-bakat dari anak-anak diaspora Belanda hingga Amerika Serikat, tentu menjadi salah satu strategi PSSI.
Pada satu sisi terlihat instan, tetapi ketika popularitas Timnas wanita kita menanjak diiringi dengan prestasi yang naik, bukan tidak mungkin semakin banyak masyarakat yang aware terhadap dunia sepak bola wanita.
Anak-anak perempuan pun bakal lebih terpacu untuk mulai berlatih dan bermain sepak bola.