Sate pikulan, maupun yang jualan tanpa warung, sepertinya memang tengah menjadi tren karena laku diminati orang-orang yang sedang jalan-jalan atau berwisata. Seperti halnya di titik nol, kawasan Malioboro Yogyakarta yang juga dipenuhi oleh penjual sate semacam ini.
Barangkali masih banyak orang yang menganggap remeh jenis sate ayam pikulan ini. Baik dilihat dari sisi tampilan dan cara jualannya, hingga ukuran daging satenya yang relatif lebih kecil dibandingkan sate yang jualan di warung atau resto.
"Emang enak ya sate gituan?" seorang kawan pernah menanyakan ke saya saat saya bercerita tentang sate ini.
Wajar jika sate ayam pikulan ini kerap dipandang sebelah mata, dan mungkin jadi kasta terendah di jajaran sate negeri ini. Selain murah, kadang sate jenis ini identik dengan jajanan anak SD karena kerap pula nongkrong jualan di depan sekolahan.
Namun, sebagai salah satu jenis UMKM, para penjual sate ayam itu patut diapresiasi. Selain menyemarakkan spot-spot keramaian dan destinasi wisata, geliat usaha mereka juga turut memberikan berkah para pedagang daging ayam, beras, hingga bumbu-bumbu yang dibutuhkan untuk memasak sate.
Minggu pagi ini (26/5/2024), saya menyempatkan untuk berkeliling area Stadion Pakansari Cibinong dan mencari sate ayam pikulan untuk sarapan. Dugaan saya benar, jam setengah tujuh pagi suasana di tempat itu sudah cukup ramai.
Mudah saja menemukan penjual sate ayam yang nongkrong di trotoar. Walau memang sebenarnya tak dibenarkan berdagang di trotoar, tapi nyatanya petugas patroli Satpol PP pun hanya berkeliling tanpa menegur mereka.