Tak beda dengan penjual nasi uduk dan gorengan yang menempati lapak permanen di salah satu sudut di seberang Stasiun Sudirman. Bahkan transaksi sebesar empat ribu rupiah pun atau setara dua gorengan, penjual tetap senang hati menerima pembayaran dengan QRIS.
Mungkin sebagian dari Anda akan menganggap wajar melihat fenomena tersebut. Khususnya menilik lokasi di jantung ibu kota Jakarta, tempat lalu lalang pekerja perkantoran di seputaran Sudirman. Gaya hidup ke arah nontunai memang sudah melekat di kalangan tersebut.
Pastinya Bank Indonesia juga tak berdiam diri untuk mendorong penggunaan dan sosialisasi QRIS hingga ke berbagai daerah di luar Jakarta. Pengguna dan merchant QRIS bertumbuh mulai dari pusat perbelanjaan, hingga destinasi wisata.
Tengoklah Pasar Gede di Kota Solo. Hampir semua pedagang di pasar legendaris itu menyediakan kode QRIS sebagai alternatif pembayaran. Pasar Gede Solo memang perpaduan sebagai pasar tradisional penyedia bahan kebutuhan bagi masyarakat, sekaligus menjadi destinasi wisata penting.
QRIS dan Regional Payment Connectivity di ASEAN
Mulai dari tempat-tempat seperti itulah QRIS mestinya tumbuh. Hal ini sejalan dengan berkembangnya QRIS yang mewujud menjadi sistem pembayaran lintas negara berbasis kode QR yang dapat digunakan untuk transaksi lintas negara, khususnya di ASEAN.
Hadirnya QRIS yang bisa digunakan untuk pembayaran antarnegara di ASEAN, masyarakat Indonesia misalnya, tak perlu lagi repot-repot menukarkan mata uang ketika berbelanja di negara seperti Thailand. Cukup gunakan smartphone untuk memindai kode QR saat transaksi. Setidaknya hal ini akan memudahkan bagi wisatawan hingga pekerja lintas negara.
Konektivitas pembayaran lintas negara atau Regional Payment Connectivity (RPC) di ASEAN menjadi upaya positif untuk memperkuat serta mendorong pemulihan ekonomi di negara-negara kawasan ASEAN. Bisa dibayangkan bagaimana pesatnya ekonomi berkembang jika pengguna QRIS, dan sistem pembayaran digital yang saling terkoneksi menjadi pilihan mayoritas masyarakat ASEAN.
Namun, pekerjaan rumah atau PR besar yang mesti dikerjakan terlebih dulu adalah soal meningkatkan jumlah merchant sekaligus mendorong edukasi literasi finansial seluas-luasnya bagi pengguna layanan QRIS di dalam negeri.
Okelah kita berharap kemudahan transaksi belanja ketika berkunjung ke negara-negara tetangga, tetapi hal serupa tentunya juga diharapkan oleh warga negara lain ketika berkunjung ke Indonesia. Maka, bakal sangat memalukan apabila ada merchant QRIS yang ternyata tidak bisa melayani pembayaran melalui QRIS dengan alasan eror dan lain sebagainya.
Kondisi ini pernah saya alami beberapa kali ketika akan membayar melalui QRIS di sejumlah minimarket. Entah kasirnya yang kurang pengetahuan ataukah memang ada gangguan teknis yang terjadi, tetapi hal semacam ini seharusnya tidak terjadi.