Memang butuh effort dan penambahan waktu pembangunan Stasiun Manggarai dengan mengembalikan persilangan jalur rel dari Bogor ke arah Tanah Abang yang sudah permanen hilang. Tapi memaksakan penumpang dari Bogor/Depok untuk transit di Manggarai adalah sebuah kesalahan fatal yang terlanjur diterapkan.
Kadang saya mikir, ada masalah apa orang-orang pemangku kebijakan kereta dengan masyarakat Bogor/Depok? Kok bisa-bisanya menghilangkan jalur paling ramai dengan memaksakan transit di stasiun yang desainnya sangat "membagongkan".
Penumpang Bogor/Depok seolah tiap hari "dikerjain" dengan terpaksa menjadi pihak yang harus naik tangga hingga tiga lantai saat jam sibuk pulang kerja. Sudah lelah seharian kerja, masih saja dipaksa naik tangga yang tingginya termasuk level "ya ampun".
Beda dengan arus penumpang yang turun tangga karena relatif lebih tidak melelahkan dibandingkan naik tangga. Posisi itulah yang harus diterima dengan terpaksa oleh penumpang Bogor/Depok.
Saya ingat betul pihak Kemenhub pernah menyatakan dalam sebuah diskusi publik bahwa hilangnya jalur Bogor/Depok langsung ke Tanah Abang adalah berdasar studi jadul di tahun 2012 yang menyimpulkan jalur Bekasi bakal berkembang lebih besar.
Padahal faktanya, karena keterbatasan alternatif moda dari Bogor/Depok ke Jakarta justru memaksa orang-orang Bogor/Depok lebih tergantung pada KRL Commuter Line dibandingkan orang-orang dari Bekasi yang naik apapun bisa lebih mudah sampai ke Jakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H