Nah, beberapa hari lalu rupanya sempat viral di media sosial tentang pendapat seorang netizen yang merasa larangan berbicara di dalam MRT Jakarta seharusnya dihapus saja.Â
Hal ini menuai pro dan kontra, termasuk pendapat yang mendukung karena di samping pandemi sudah melemah, aturan itu dinilai tak cocok diterapkan bagi masyarakat Indonesia yang dikenal guyup, senang ngobrol dan doyan ngerumpi.
Well, sebaiknya kita kupas dengan pikiran jernih apakah larangan berbicara di MRT Jakarta memang sudah sepantasnya dicabut.Â
Pertama, petugas MRT sejauh ini, sepengamatan saya, tidak akan serta merta menegur tanpa memperhatikan gelagat penumpang yang ngobrol.Â
Jika penumpang terus menerus membuat gaduh, sampai obrolannya terdengar hingga radius ujung gerbong, maka petugas baru akan menegur. Itupun dengan sikap yang sopan karena sambil membungkukkan badan dan menyampaikan teguran melalui tulisan.Â
Jadi, kalau cuma berbicara sebentar sekedar nanya arah atau ngomong seperlunya kepada rekan penumpang tanpa menarik perhatian orang lain, tentu tak bakal ada yang menegur. Petugas juga manusia, pasti punya pertimbangan sendiri ketika menegur.
Kedua, moda MRT Jakarta memang bukan tempat yang pas untuk ngobrol "ha ha hi hi". Masih ada kafe, pos ronda atau taman bagi yang ngobrolnya selalu seru.Â
Ingat, ada hak penumpang lain yang ingin menikmati perjalanan dengan tenang, maka hormatilah sesama penumpang.
Ketiga, memang kenyataannya banyak orang yang cuek dengan aturan walau sebenarnya sudah tahu. Seolah nggak seru rasanya jika naik MRT bareng teman-teman se-geng tapi cuma diem-dieman.Â
Maka biasanya yang bikin "pecah" suasana di dalam MRT memang mereka yang naik berombongan. Tak hanya anak-anak muda atau keluarga yang bawa anak-anak kecil rewel saja.Â