Alasan melindungi cagar budaya adalah hal utama yang dikemukakan. Membuat harga tiket selangit serta membatasi kuota pengunjung yang bisa naik ke atas hanya 1200 pengunjung, setidaknya diharapkan bisa melindungi bangunan candi.
Toh, untuk tujuan edukasi setidaknya tiket untuk pelajar terbilang murah yakni Rp 5000 saja. Berarti sebenarnya sudah ada pertimbangan untuk akses naik ke area puncak candi memang dikhususkan bagi tujuan pendidikan, riset, serta keagamaan.
Terkait hebohnya wacana tiket seharga Rp 750 ribu rupiah, pemerintah sendiri masih membuka kemungkinan untuk menurunkan harga. Tapi berapapun itu, semestinya kehebohan harga tiket Candi Borobudur bisa membuat kita para wisatawan lokal merenung kembali tentang apa sebenarnya yang kita cari dari mengunjungi candi tersebut.
Coba tanyakan diri sendiri, apakah sekedar foto selfie close up yang bahkan tidak menampakkan latar candi yang bakal kita bawa pulang?
Ataukah sekedar untuk mencari konten guna update status atau story?
Hal ini berlaku tak hanya di kawasan Candi Borobudur saja. Tetapi saat kita berkunjung ke suatu destinasi, niat seperti apa yang ada di diri kita? Sekedar euforia saja tentu tidak berarti apa-apa.
Ibaratnya kita datang ke sebuah museum ternyata hanya berujung foto-foto yang tersimpan di smartphone dan kemudian terlupakan. Sudah gitu aja? Puas? Ah ya, nggak gitu juga kali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H