Walau pada akhirnya justru isi dompet saya yang babak belur karena jika dihitung-hitung saya bakal mengeluarkan tiga kali lipat lebih banyak untuk ongkos transportasi dibandingkan jika naik KRL Commuterline. Apalagi ditambah belum beroperasinya ojek online di daerah Kabupaten Bogor, sehingga dari rumah ke tempat bus mangkal saya masih harus menggunakan taksi online.
Keadaan ini bukan saja jadi dilema untuk saya sendiri. Ribuan kaum urban lainnya, yang harus menglaju bekerja di Jakarta dan tinggal di sekitar Bodetabek pasti merasakannya juga. Ada yang beralih naik sepeda motor sendiri dan ada pula yang pada akhirnya memilih nyetir sendiri mobil pribadi untuk pergi ngantor.
Tapi bagi pekerja dengan gaji yang pas-pasan (ngepas untuk kebutuhan pokok saja), jelas beralih dari KRL Commuterline ke moda lain adalah kemustahilan.Â
Mungkin sekarang saya masih bisa tahan untuk naik ke angkutan umum yang lebih longgar, yaitu bus. Tapi tidak menutup kemungkinan saya harus menyerah dan kembali berjubel dalam KRL Commuterline.
Perang terhadap Covid-19 memang belum usai, tetapi para pekerja sudah mulai lagi terjun beraktivitas. Jalanan mulai ramai dan macet, gedung-gedung di Jakarta pun mulai disemarakkan oleh geliat pencari nafkah.
Sayangnya kondisi ini berujung pada kontroversi dua kubu yang masih mewaspadai virus corona dan sebaliknya, orang-orang yang cuek saja. Imbasnya pun merembet pada perdebatan apakah naik KRL Commuterline untuk berangkat kerja bisa dikatakan aman?
Bermacam solusi dan imbauan dilontarkan, tapi tetap saja buntu. Sebut saja imbauan untuk membagi shift pekerja agar tidak numpuk di angkutan umum saat pagi hari. Hasilnya? Masih nol sampai saat ini, karena sepertinya ide tersebut tidak diikuti oleh perusahaan maupun berbagai instansi lain.
Ada beberapa perusahaan yang kuat modal dan sanggup membiayai pekerjanya agar beralih naik taksi online ketika berangkat dan pulang kerja. Tapi tidak semua perusahaan mampu dan tidak semua pekerja bisa mendapat keistimewaan itu.
Saking susahnya mencari solusi, bahkan ada yang menerapkan aturan agar pekerjanya menghindari penggunaan transportasi umum seperti Transjakarta dan KRL Commuterline.Â
Pro kontra aturan ini sempat mewarnai perdebatan di media sosial beberapa waktu lalu akibat beredarnya screenshot aturan bagi karyawan yang disinyalir adalah syarat untuk melamar bekerja di sebuah institusi.