“Nggak papa Pak, potong saja dari uang hadiah saya yang 15 juta.”
“Oh, tidak bisa Pak. Pajak itu harus dikirim ke kami dari dana Bapak sendiri, tidak bisa hadiahnya dipotong.”
“Aduh, gimana ya Pak, saya bingung ini?”
“Atau kalau tidak bisa, Bapak harus membeli pulsa berupa voucher elektrik senilai 200 ribu yang ditransfer ke nomor henpon yang kami tentukan sebagai bukti bahwa alamat Bapak memang valid.”
Wah, banyak juga alasan Bambang Irawan ini demi meraih keuntungan dari calon korbannya.
“Duh, Pak kebetulan tidak ada uang 200 ribu di dompet saya ini,” jawab saya dengan nada memelas.
“Bapak kalau tidak bisa usahakan ya terpaksa kami batalkan hadiahnya.”
“Tunggu Pak Budi! Masak dibatalkan sih? Kasihan saya Pak Budi.”
“Makanya Bapak harus bantu kami dong, kami sudah banyak buang waktu untuk Bapak, kalau memang tidak bisa ya terpaksa kami batalkan!” nadanya mulai meninggi.
“Lho, Pak Budi kok marah? Ini kan bulan puasa Pak Budi, atau kalau mau saya cari pinjeman dulu Pak sebentar…” saya pun pura-pura ngobrol dengan seseorang, mau pinjam uang 200 ribu.
“Halo Pak Budi!”