Pelatihan usai, 'medan tepur' siap kami hadapi. Saya bersama dengan rekan tim 2, dimana pengawasnya Mas Pram, Editor WUS Fitri, pencacah WUS Bu Dewi, Iang, Dila dan Ifah, dan pencacah RP Ade. Kami mendapatkan beban kerja sebanyak 12 blok sensus (BS) yang tersebar di Kabupaten/Kota se Provinsi Gorontalo dengan rincian 2 BS di Boalemo, 3 BS di Kabupaten Gorontalo, 2 BS di Pohuwato, 1 BS di Bone Bolango, 1 BS di Gorontalo Utara dan 3 BS di Kota Gorontalo.Â
Strategi kami tim 2 dalam mencacah adalah mencacah di wilayah yang dekat dengan Kota dahulu karena mayoritas rekan tim 2 tinggal di Kota, Kota di sini maksudnya Kota Gorontalo, maklum di Provinsi Gorontalo hanya ada satu Kota. Bone Bolango menjadi pilihan pertama kami karena BS sampel di sana dekat dengan Kota.
Desa Pauwo Kabupaten Bone Bolango merupakan BS pertama yang kami datangi. Pertama kali kami turun hari sudah sore. Agak canggung dan lambat saat wawancara karena harus lihat alur kuesioner, itulah hal pertama yang saya rasakan dalam wawancara, walau hal itu lumrah bagi petugas yang baru turun lapangan.Â
Lambat laun responden demi responden selesai diwawancarai saya pun makin lancar saat wawancara. Ada satu hal yang agak menyulitkan saat pertama turun lapangan sebagai tim, yaitu koordinasi. Namun demikian dengan kecanggihan teknologi hal tersebut dapat teratasi. Terima kasih Google dan WhatsApp.
Secara pribadi, saya penasaran dengan jawaban responden yang masih lurus-lurus saja pada 2 hari pertama. Belum ada jawaban responden yang mengatakan 'melakukan' sebelum menikah, karena pertanyaan ini salah satu pertanyaan yang sangat pribadi disamping pertanyaan pengalaman 'jajan' di luar.Â
Saya menduga sebelum turun jika pada pertanyaan ini responden cenderung menutu-nutupi, oleh karena itu saat menanyakan pertanyaan ini sesuai prosedur saya memastikan hanya ada saya dengan responden dan bersikap 'datar'. Hal yang saya khawatirkan adalah jangan-jangan cara bertanya saya tidak tepat, sehingga responden takut atau wajah saya yang menakutkan (hehe).Â
Akhirnya perasaan khawatir saya sirna, bersamaan dengan responden yang mengaku 'melakukan' sebelum menikah, dengan cara bertanya yang sama. Ternyata responden yang sebelum-sebelumnya sudah jujur, hanya perasaan saja yang membuat khawatir. Responden pertama yang mengaku 'melakukan' sebelum menikah tidak terlihat berbeda dengan responden sebelum-sebelumnya, oleh karenanya sebagai petugas kami harus bersikap 'datar', tidak mengeluarkan raut wajah yang tedensius saat wawancara  pada pertanyaan sangat pribadi agar responden nyaman dan jujur menjawab.
Responden demi responden kami wawancarai, banyak hal menarik yag kami temui. Salah satu kejadian yang menarik saat saya mewawancarai responden pada BS ketiga. Saat itu dalam daftar sampel rumah tangga (DSRT) tertera nama responden PK yang bernama seperti nama wanita, sebagai informasi responden PK hanya 8 rumah tangga (ruta) dari 25 ruta yang ada di DSRT dan hanya pria kawin usia 15-54 tahun yang menjadi sampel.Â
Cerita berlanjut, saya mencari rumah responden PK yang namanya seperti wanita tersebut, alamatnya berada di kost-kostan. Waktu itu saya mengunjunginya siang hari, seperti kebanyakan kost-kostan pada siang hari kebanyakan kostan yang kosong. Beruntung salah satu teman tim ada saudaranya yang tinggal di kost-kostan tersebut, sehingga saya mudah mencari kostan responden.
Layaknya orang bertamu, saya pun mengucapkan salam di depan kostan responden tersebut. Kostan tersebut pintunya tertutup dengan AC menyala, dengan yakin saya pastikan ada orang di kostan tersebut. Berkali-kali saya mengucapkan salam, "Permisi, Selamat siang" kurang lebih begitu. Lama tidak terdengar balasan salam dari dalam kostan, akhirnya saya putuskan untuk berhenti mengucapkan salam dan berniat mengunjungi kostan tersebut sore hari.Â
Tak disangka saat ingin meninggalkan kostan, ada bapak-bapak oknum keamanan Negara yang datang lengkap dengan atribut menanyai saya "cari siapa?", "cari 'nama responden' pak." jawab saya. "Ada perlu apa?", saya menjelaskan kedatangan saya sebagai pegawai BPS sedang melakukan pencacahan SDKI dan meminta kesediaan untuk diwawancarai. "Yaudah cepat ya, jangan lama-lama!" minta bapaknya.