Mohon tunggu...
Widia WinataPutri
Widia WinataPutri Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWI UNIVERSITAS MERCU BUANA | PRODI SI AKUNTANSI | NIM 43223010201

Mata Kuliah: Pendidikan Anti Korupsi dan Kode Etik UMB. Dosen Pengampu: Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penerapan Penyebab Kasus Korupsi di Indonesia Pendekatan Robert Klitgaard dan Jack Bolagna

21 November 2024   20:14 Diperbarui: 21 November 2024   20:14 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

3. Meningkatkan Akuntabilitas (A)

  • Lembaga seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus diberdayakan untuk melakukan pengawasan secara berkala.
  • Partisipasi masyarakat dalam memantau penggunaan anggaran publik dapat menjadi langkah penting untuk meningkatkan akuntabilitas. Aplikasi pelaporan seperti Lapor! dan platform digital lainnya dapat digunakan untuk melibatkan warga.
  • Penegakan hukum yang tegas dan konsisten diperlukan untuk memberikan efek jera kepada pelaku korupsi dengan meningkatkan Sanksi Hukum.

4. Edukasi dan Budaya Antikorupsi

  • Pemerintah harus melakukan kampanye edukasi yang berkelanjutan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya korupsi.
  • Nilai-nilai antikorupsi harus diajarkan sejak dini di sekolah dan universitas. Hal ini penting untuk membangun generasi yang menjunjung tinggi integritas.

Why: Mengapa Pendekatan Ini Relevan untuk Kasus e-KTP?

Pendekatan Robert Klitgaard relevan dalam menganalisis kasus korupsi e-KTP karena skandal ini menunjukkan bagaimana monopoli, diskresi, dan kurangnya akuntabilitas menciptakan peluang bagi korupsi besar-besaran. Berikut analisisnya:

1. Monopoli (M): 

  • Dalam proyek e-KTP, monopoli terjadi pada tahap pelaksanaan proyek, di mana hanya konsorsium tertentu yang diberi akses untuk memenangkan tender. Proses ini melibatkan manipulasi yang terencana oleh pihak-pihak yang memiliki kendali penuh atas proyek. Dominasi kekuasaan oleh pejabat pemerintah dan perusahaan tertentu menciptakan ketergantungan besar pada mereka, sehingga sulit bagi pihak lain untuk berpartisipasi.

2. Diskresi (D):

  • Diskresi berperan besar dalam proses pengadaan proyek e-KTP. Pejabat pemerintah memiliki wewenang luas untuk menentukan vendor tanpa pengawasan ketat. Hal ini memungkinkan manipulasi anggaran, rekayasa tender, dan kolusi antara pihak pemerintah dan swasta. Proyek ini juga tidak transparan, sehingga keputusan strategis diambil berdasarkan kepentingan pribadi, bukan kebutuhan masyarakat.

3. Kurangnya Akuntabilitas (A):

  • Minimnya mekanisme pengawasan internal dan eksternal menjadi celah besar dalam kasus ini. Pengawasan proyek oleh Kementerian Dalam Negeri tidak efektif, sehingga pelanggaran tidak terdeteksi selama bertahun-tahun. Selain itu, sistem hukum yang lambat dan budaya impunitas memperparah rendahnya akuntabilitas.

How: Bagaimana Pendekatan Klitgaard Dapat Mencegah Korupsi Serupa?

Untuk mencegah korupsi seperti kasus e-KTP, pendekatan Klitgaard memberikan panduan strategis yang fokus pada mengurangi monopoli, membatasi diskresi, dan meningkatkan akuntabilitas. Berikut langkah-langkah yang dapat diterapkan:

1. Mengurangi Monopoli (M):

  • Menghindari konsentrasi kekuasaan pada satu individu atau lembaga. Proyek besar seperti e-KTP harus melibatkan berbagai pihak independen untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas.
  • Memberikan kewenangan lebih kepada lembaga seperti Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan KPK untuk memantau proyek sejak tahap perencanaan.

2. Membatasi Diskresi (D):

  • Semua keputusan proyek harus melalui prosedur standar yang telah ditetapkan. Wewenang individu dalam mengambil keputusan strategis harus dibatasi.
  • Setiap tahapan proyek harus dipublikasikan kepada masyarakat melalui platform digital.
  • Mengundang lembaga independen untuk mengawasi proyek-proyek besar. Partisipasi masyarakat sipil juga dapat membantu mengurangi celah penyalahgunaan diskresi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun