Mohon tunggu...
Widian Rienanda Ali
Widian Rienanda Ali Mohon Tunggu... Kuli Proyek

Andai mengangkasa tidak semudah berkhianat, pasti akan lebih banyak kisah kebaikan yang dapat ditorehkan dan dilaporkan kepada Tuhan untuk menunda datangnya kiamat.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Menelusuri Diri, Antara Kehendak Bebas dan Kesadaran yang Terduga

30 Agustus 2024   12:20 Diperbarui: 30 Agustus 2024   12:45 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Namun, pandangan ini tidak dapat menjelaskan pendapat Robert Kane bahwa diri substantif berperan dalam memulai konflik melalui upaya---menurut Kane, dengan berusaha memperhatikan dua pilihan yang saling bertentangan secara bersamaan, diri membuka ruang bagi ketidakpastian. Mungkin tampak seperti ilusi bahwa perhatian kita dalam situasi semacam itu (setidaknya sebagian) bergantung pada kita, tetapi saya percaya ada pilihan lain yang lebih masuk akal: itu bukan ilusi, karena perhatian memang dikendalikan (setidaknya sebagian) oleh diri yang substantif.

Kepentingan, tujuan, keinginan, dan kebutuhan kita berinteraksi satu sama lain seperti burung berinteraksi dalam kawanan.

Pandangan saya tentang diri tidak terikat pada gagasan Kane bahwa diri hanya ada jika ia terlibat dalam tindakan pembentukan diri yang diliputi ketidakpastian. Dalam perspektif saya, yang mungkin lebih mirip dengan pandangan filsuf Timothy O'Connor, diri terbentuk saat perhatian pertama kali aktif, baik momen itu dipicu oleh proses deterministik maupun non-deterministik. Bagi saya, yang memungkinkan keberadaan diri bukanlah ketidakpastian itu sendiri. Sebaliknya, diri memiliki status independen yang tidak dapat direduksi menjadi sekadar kumpulan partikel mikrofisika, baik dari masa lalu maupun masa kini. Diri adalah entitas yang muncul dengan kekuatan yang melampaui jumlah bagian-bagiannya dan dengan demikian tidak dapat direduksi menjadi sekadar bagian-bagian itu. Lebih jauh, diri juga memiliki status independen dari objek tingkat makro lainnya karena ia bergantung pada pengelompokan partikel mikrofisika yang terstruktur secara fisik dan unik bagi organisme hidup tersebut.

Saya mencapai pandangan ini dengan mempertimbangkan bagaimana perhatian muncul sebagai hasil interaksi antara minat kita dan sumber daya yang dimiliki oleh minat tersebut secara keseluruhan. Proses ini bisa dianalogikan dengan perilaku kawanan burung. Minat, tujuan, keinginan, dan kebutuhan kita berinteraksi satu sama lain seperti burung yang berinteraksi dalam sebuah kawanan. Namun, burung dalam kawanan juga berinteraksi dengan lingkungan di sekitar mereka (seperti hembusan angin), yang memberikan kendala-kendala khusus bagi kawanan tersebut secara keseluruhan. Interaksi ini menciptakan pola yang indah dan teratur, yang dikenal oleh para pengamat burung sebagai 'murmurasi'. Begitu pula, interaksi minat kita dan sumber daya yang mereka bagi dapat menghasilkan pola-pola yang nyata dan dapat diamati, di mana beberapa minat menjadi lebih dominan daripada yang lain. Dengan kata lain, minat kita, sebagai kelompok, mempengaruhi perubahan minat kita sebagai individu.

Bagaimana proses ini bisa terjadi di dalam otak? Salah satu kemungkinannya adalah bahwa ini terjadi melalui fenomena yang mirip dengan sinkronisasi metronom. Jika Anda meletakkan beberapa metronom di atas meja dan memulai mereka pada waktu yang berbeda, akhirnya mereka akan sinkron satu sama lain. Ini terjadi karena mereka berbagi satu meja yang sama, di mana berbagai osilasi mereka akhirnya terakumulasi dan berinteraksi, mengarah pada dorongan keseluruhan dalam arah tertentu pada waktu tertentu. Dalam kasus neuron di otak, mungkin medan elektromagnetik yang dibagi bersama dan dibatasi oleh meningen serta tengkorak, bukan meja, yang memungkinkan sinkronisasi tersebut. Dalam skenario ini, medan elektromagnetik tersebut menjadi sumber daya yang dibagi oleh neuron, dan pola sinkronisasi dalam medan itu mencerminkan distribusi sumber daya ini di seluruh rangkaian neuron.

Penjelasan ini hanyalah satu kemungkinan dari 'bagaimana mungkin' tentang keberadaan diri substantif, dan bisa jadi seiring waktu akan terbukti tidak konsisten dengan bukti empiris atau alasan yang lebih kuat. Namun, sejauh ini, tidak ada alasan atau bukti yang saya ketahui yang menentang penjelasan ini. Selain itu, konsep diri substantif seperti yang dijelaskan di sini akan membantu kita memahami beberapa aspek dari perhatian yang telah dibahas sebelumnya. Oleh karena itu, saya tidak melihat alasan untuk menolak keberadaan diri substantif.

Namun, perlu diingat bahwa dalam pandangan saya, kekuatan diri hanya sebesar kekuatan perhatiannya. Meskipun ini mungkin terdengar tidak nyaman bagi sebagian orang, saya pikir ini lebih baik daripada kehilangan konsep diri sepenuhnya. Sekarang, seperti yang dikatakan oleh Galen Strawson, giliran Anda...

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun