Mohon tunggu...
Widia Hapi
Widia Hapi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Personal Blog

Selanjutnya

Tutup

Trip

Wow! Kehidupan Menarik di Kampung Naga, Jawa Barat

19 September 2022   12:47 Diperbarui: 19 September 2022   13:17 761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Plataran Kampung Naga. Dokpri

Terdapat beberapa aturan yang harus diperhatikan ketika berada di Balai Desa tersebut dan salah satu diantaranya adalah dilarang meluruskan kaki / selonjoran ke arah kiblat. 

Hal itu dijelaskan bahwa tempat tersebut rupanya juga digunakan sebagai musala (tempat salat) sehingga perlu melaksanakan adab yang sepatutnya dilakukan. Kegiatan berikutnya adalah penentuan kelompok dan pembagian kamar (rumah warga) dimana setiap rumah diisi oleh 5-6 orang.

Situasi di Balai Desa. Dokpri
Situasi di Balai Desa. Dokpri

Menurut saya, bentuk bangunan rumah disana sangat unik dan sebagian besar memiliki ciri khas rumah yang berbeda. Terbukti pada rumah yang berada dekat dengan Balai Desa terlihat manarik dimana pemilik rumah menambahkan beberapa aksesoris atau warna cat tembok (bagian depan) yang menjadi berguna sebagai ikon rumah mereka. 

Berbeda dengan rumah-rumah yang berada di blok tengah dan belakang dimana tampilan rumah warga yang cenderung sama. Dengan demikian, sangat memungkinkan para pengunjung menjadi bingung dengan rumah yang menjadi tempat penginapan mereka. 

Bahkan, saya pun sempat salah masuk kamar akibat tidak ada penanda yang membedakan rumah satu dengan lainnya. Kejadian tersebut terjadi setelah melaksanakan salat Isya' berjamaah di Balai Desa dan tidak ada lampu penerang sama sekali ditambah saya tidak membawa lampu senter.

Kondisi tanpa aliran listrik membuat saya kaget dan terus bertanya-tanya bagaimana bisa mereka bertahan hidup tanpa bantuan listrik di lingkungan tempat tinggal mereka. Nyatanya, mereka mampu menjalani kehidupan sampai saat ini tanpa aliran listrik. 

Satu alat yang dijadikan sebagai penerang ruangan adalah lampu yang menggunakan minyak tanah (alat penerangan tradisional). Selain itu, alat yang digunakan untuk masak pun masih tradisional dimana mereka memakai kayu bakar dan tungku. 

Tidak hanya itu, kamar mandi disana hanya ada 4 buah dengan model tradisional juga. Bentuk bangunan diatas kolam dan setiap sisi dilapisi kayu dengan tinggi sekitar telinga orang dewasa. Sehingga saat mandi pasti kepala kita akan terlihat dari luar kecuali posisi mandi jongkok. 

Untuk air di kamar mandi juga menggunakan air pancuran dari sumber mata air yang dialiri dengan kayu dan air tersebut dibiarkan mengalir terus. Dengan jumlah kamar mandi yang terbatas, membuat kami harus menunggu dan saling bergantian untuk mandi. Uniknya kamar mandi tersebut tidak memiliki pengunci jadi saat mandi perlu bantuan teman sekamar untuk menjaga pintu. 

Cara lain yang dapat dilakukan adalah menggunakan handuk sebagai pengganjal walaupun berisiko terlihat dari luar (tidak tertutup rapat). Selanjutnya, alas tidur yang kami pakai selama menginap disana bukanlah kasur melainkan sebuah tikar anyam. Pemilik rumah menyediakan 2 buah bantal dan 2 buah selimut untuk kami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun