" Uupppssd..ibu... Rejeki nggak boleh ditolak lho" sahutku dengan nada sedikit memaksa.
" Ibu nggak perlu kwartir , inshaallah sudah kami siapkan semua, diterima ya Bu" sambungku lagi.
Sudah kuduga ibu pasti menolak pemberianku karena beliau berfikir kebutuhan kami masih sangat banyak terutama untuk anak-anak kami yang masih sekolah semua. Menurut beliau uang pensiun yang diterima setiap bulannya sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan beliau sehari-harinya. Tapi aku tetap memaksanya untuk menerima pemberian ku.
" Aku transfer ke rekening Adik aja, aku mohon terima ya Bu..." Pintaku lagi
" Sudahlah buat anak-anakmu aja. Pakai buat beli keperluan mereka ya..." Balas ibu dengan nada yang bijak.
Akhirnya aku terdiam sejenak. Ibu tetap tidak mau menerima pemberianku. Tapi aku tidak mau putus asa, dalam hati aku bergumam nanti langsung transfer aja fikirku. Tidak perlu didebatkan lagi. Kalo dibilang lagi pasti beliau menolak lagi, ah sudah lah ...
" Jadi kapan rencananya kamu berangkat pulang kampung " sahut ibu mengejutkanku
" I.i...iya Bu...nanti kalo sudah dapat cuti lebaran kami pulang ibu" jawabku sekenanya.Â
Padahal aku tahu tidak akan ada cuti lebaran , yang ada cuma libur pada hari H lebaran aja. Aku sungguh sedih karena beliau sangat rindu berkumpul bersama anak dan cucunya. Tapi semua itu mungkin belum bisa terwujud lebaran ini.
" Oh ya nak, nanti kalo udah dapat cuti lebarannya dikabari ya " sahut ibu lagi.
" Iya Bu, nanti dikabari" jawabku cepat tanpa kusadari mengalir bulir putih disudut mataku. Hatiku semakin tak menentu, fikiranku mengambang berusaha menutupi kegelisahanku yang sedang mencari cara untuk mengungkapkan keadaan yang sebenarnya, aku tak sanggup mendengarkan ungkapan kecewa itu dari mulut ibu. Ya Allah, bukan aku ingin membuat beliau sedih tapi situasi ini sungguh membuatku tak berdaya.