"Boleh saja bertanja kemana kami akan dibawa ?" tanjaku.
"Ke Padang. Tuan akan selamat, karena tentara kita dipusatkan disana untuk membantu pengungsian. Ribuan pelarian preman dan militer diungsikan dari Padang, jaitu pelabuhan tempat pemberangkatan menudju Australia. 'Dan djuga telah diatur untuk mengangkut tuan dengan kapal pengungsi jang terachir."
Akan tetapi pesawat yang akan mengangkut Sukarno mengalami kerusakan. Seperti yang dikutip dari tempo.co, saat itu, rombongan pasukan Belanda baru sampai di Painan, sementara pasukan Jepang sudah sampai di Bukittingi. Sukarno dan rombongan kemudian ditinggalkan begitu saja di Painan. Sukarno lalu dijemput oleh Hizbul Wathan dan dibawa ke Padang. Sukarno menceritakan pengalamannya melalui otobiografinya sebegai berikut:
Dihari jang keempat kami terlepas dari daerah hutan dan menumpang bis menudju kota. Bertepatan dengan kedatanganku, kapal jang direntjanakan untuk mengangkut kami telah meledak mendjadi sepihan dekat pulau Enggano, tidak djauh dari pantai. Tentara Djepang berada dalam djarak beberapa hari perdjalanan dibelakang kami. Angkatan laut Djepang sudah berada beberapa mil dari kami. Kota Padang diselubungi oleh suasana chaos, suasana bingung dan ragu. Hanja dalam satu hal orang tidak ragu lagi, jaitu bahwa Belanda penakluk jang perkasa itu sedang dalam keadaan panik.
Tentara Belanda mentjoba untuk mengangkutku dengan pesawat terbang, akan tetapi semuanja terpakai atau rusak. Persoalan Negeri Belanda sekarang bukan bagaimana menjelamatkan Sukarno. Persoalan Negeri Belanda sekarang adalah bagaimana menjelamatkan dirinja sendiri. Mereka seperti pengetjut, mereka lari pontang-panting. Belanda membiarkan kepulauan ini dan rakjat Indonesia djadi umpan tanpa pertahanan.
Tinggal di Rumah Waworuntu
Mengutip buku Sejarah Perjuangan Kemerdekaan 1945-1949 di Kota Padang dan Sekitar, disebutkan bahwa setelah sampai di Padang, Sukarno bersama Inggit, menginap di rumah Egon Hakim dan kemudian ke rumah kawan lamanya asal Manado, Waworuntu. Menurut laman Kebudayaan.kemendikbud.go.id cagar budaya Rumah Ema Idham inilah yang dahulu fungsinya sebagai rumah keluarga Waworuntu. Pertemuan dengan Waworuntu dijelaskan Sukarno sebagai berikut:
"Kau mau kemana ?" tanja Inggit gemetar ketakutan.
"Kawanku Waworuntu tinggal disini. Aku harus mentjarinja dan berusaha mentjari tempat tinggal." Waworuntu menjambutku dengan tangan terbuka. Dia memelukku.
"Sukarno, saudaraku," dia berteriak dan airmata mengalir kepipinja.