Mohon tunggu...
Widhi Setyo Putro
Widhi Setyo Putro Mohon Tunggu... Sejarawan - Arsiparis di Pusat Studi Arsip Statis Kepresidenan ANRI

Menyukai sejarah khususnya yang berhubungan dengan Sukarno “Let us dare to read, think, speak, and write” -John Adams

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Konferensi Wartawan Asia-Afrika: Tonggak Penting Dunia Pers Indonesia yang Terlupakan

9 Februari 2023   23:20 Diperbarui: 9 Februari 2023   23:29 683
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prangko Konferensi Wartawan Asia Afrika Sumber: Koleksi pribadi

Hari ini, tanggal 9 Februari diperingati sebagai Hari Pers Nasional. Dasarnya adalah pembentukan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) sebagai organisasi wartawan pertama di Indonesia. Penetapan Hari Pers Nasional (HPN) sendiri baru terjadi pada masa Presiden Soeharto melalui Surat Keputusan Presiden RI No. 5 tahun 1985. 

Akan tetapi terdapat fakta menarik, yaitu ada satu peristiwa penting pada masa Presiden Sukarno yang sempat terpikirkan untuk dijadikan dasar sebagai Hari Pers Nasional. Peristiwa itu adalah Konferensi Wartawan Asia-Afrika (KWAA) yang berlangsung pada 24-30 April 1963. 

Tanggal penutupan sekaligus puncak perayaan KWAA pada 30 April inilah yang menurut Muhidin M. Dahlan dalam wawancara di m.jpnn.com digadang-gadang akan menjadi dasar Hari Pers Nasional oleh Presiden Sukarno. Akan tetapi hal ini tidak terlaksana akibat 'huru-hara 1965'. Tidak hanya itu, peristiwa KWAA pun jarang kita dengar saat ini, padahal KWAA merupakan tonggak penting dalam dunia pers Indonesia karena berhasil menyelenggarakan konferensi besar dalam lingkup internasional untuk pertama kali.

Semangat KAA

Ide tentang pelaksanaan KWAA pada awalnya  muncul dari sejumlah wartawan dari negara Asia-Afrika yang meliput Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Bandung tahun 1955. Tujuannya tentu saja untuk menyebarluaskan semangat dan hasil-hasil KAA ke dunia internasional. Sebagai informasi, pada waktu KAA tercatat 377 wartawan yang hadir, terdiri 214 wartawan dari luar negeri dan 163 dari dalam negeri (Abdulgani, 2011).

Akan tetapi, ide tersebut baru terlihat nyata ketika sejumlah wartawan Indonesia menghadiri kongres International Organisation of Journalist (IOJ) di Budapest pada Oktober 1962. Mereka berhasil mengumpulkan tanda-tangan dari berbagai delegasi organisasi wartawan Asia-Afrika yang hadir dalam kongres itu untuk menyetujui penyelenggaraan KWAA di Indonesia. Berdasarkan persetujuan itulah, kemudian dibentuk Panitia KWAA di Jakarta bekerjasama dengan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat.

Dukungan Presiden Sukarno

Sebagai konferensi internasional pertama yang diselenggarakan oleh para wartawan Indonesia, KWAA tentu saja membutuhkan dukungan dari pemerintah. Presiden Sukarno kemudian memberikan dukungannya dengan mengadakan malam amal bagi penyelenggaraan KWAA di Istana Bogor, 29 Desember 1962. Pada kesempatan itu Presiden Sukarno menyampaikan:

"Oleh karena itulah kita bukan saja menganjurkan adanya Konferensi Asia-Afrika yang kedua, tetapi juga menganjurkan agar supaya solidarity of the new emerging forces of the world, makin lama makin menjadi kuat dan sentausa. Salah satu usaha yang baik sekali untuk cement lagi Asian-Africa solidarity ini, cement artinya yaitu seperti disemen supaya menjadi kuat, ialah diadakannya konferensi wartawan-wartawan Asia dan Afrika. 

Maka oleh karena itu saya sangat bergembira dan menyambut dengan cara yang bersemangat-bersemangatnya usaha saudara-saudara untuk mengadakan Konferensi Wartawan Asia dan Afrika itu di dalam waktu yang singkat. Segala daya upaya kita harus kita kerahkan, baik di lapangan kewartawanan maupun di lapangan lain-lain, supaya Asian-Africa solidarity makin lama makin kuat oleh karena perjuangan daripada Asia-Afrika belum selesai" 

(ANRI, Inventaris Arsip Pidato Presiden No. 450)

Pembukaan

Setelah diadakan sejumlah persiapan dan konferensi pendahulu, KWAA resmi dibuka pada 24 April 1963 di Gelora Bung Karno dengan dihadiri delegasi wartawan-wartawan dari 42 negara. Tanggal pembukaan ini juga bertepatan dengan 8 windu lahirnya Dasasila Bandung. Pada pidato pembukannya, Presiden Sukarno menyerukan agar pers Asia-Afrika menjadi alat perjuangan yang efektif bagi rakyat-rakyat Asia-Afrika untuk mencapai kemerdekaan nasionalnya yang penuh.

"Pers Asia-Afrika hendaknya menjadi alat untuk merubah dan mentransformir negaranya menuju ke masyarakat yang memenuhi tuntutan keadilan sosial dan perdamaian. Hendaknya pers Asia-Afrika mengambil bagian dalam perjuangan merubah wajah dunia itu!"

Pada pidato tersebut, Presiden Sukarno juga berpesan untuk tidak memisahkan jurnalistik dengan kenyataan politik imperialisme yang mengamuk di Asia dan Afrika.

Deklarasi Jakarta

Setelah diadakan sidang-sidang komisi dan mendengar pandangan-pandangan umum, maka dapat disimpulkan bahwa para delegasi KWAA menyetujui dua masalah pokok, yaitu: kerjasama dan solidaritas wartawan Asia-Afrika yang diwujudkan dalam suatu organisasi, serta menggunakan Prinsip Bandung sebagai dasar kerjasama politik organisasi.

Pada 30 April 1963 saat upacara penutupan para delegasi KWAA melahirkan Djakarta Declaration antara lain berbunyi "Asia Afrika journalist dedicate themselves to struggle against imperialism-colonialism". Deklarasi Jakarta ini secara lengkap terdiri dari tujuh pasal berisikan pedoman-pedoman prinsip yang harus digunakan sebagai landasan oleh wartawan-wartawan Asia-Afrika dalam melaksanakan tugasnya.

Dalam acara penutupan, Hartini Sukarno berkesempatan memberikan pidato sebagai Ketua Kehormatan KWAA. Dalam pidatonya, Hartini menjelaskan bahwa rakyat Asia-Afrika berada di garis terdepan dalam membasmi kolonialis dan imperialis, yang disebabkan oleh perasaan cinta terhadap sesama manusia (Pikiran Rakyat, 2 Mei 1963).

Presiden Sukarno didampingi Soebandrio di KWAASumber:  Time Life Picture 
Presiden Sukarno didampingi Soebandrio di KWAASumber:  Time Life Picture 

Peristiwa Penting

Terlepas diwarnai kepentingan politik Sukarno dan ada sebagian pihak yang menganggap KWAA condong ke ideologi kiri, peristiwa KWAA merupakan tonggak penting bagi dunia pers di Indonesia. Pada saat itu, para wartawan tidak hanya sebagai pencari berita, tetapi juga menjadi bagian dari pemberitaan. Para wartawan tidak hanya menulis berita yang akan menjadi sumber sejarah, tapi mereka sendiri menjadi pelaku sejarah ketika itu.

Wartawan Asia-Afrika sadar betul akan permasalahan yang terjadi tidak hanya di negaranya tapi juga di dunia internasional, oleh sebab itu mereka mau berkumpul dalam KWAA untuk menyuarakan gerakan anti imperialisme dan kolonialisme .           

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun