Mohon tunggu...
Wida Reza Hardiyanti
Wida Reza Hardiyanti Mohon Tunggu... Ilmuwan - Peneliti dan konsultan

Berkarir sebagai peneliti ekonomi, hukum, dan sosial. Saat ini aktif sebagai konsultan dalam beberapa proyek penelitian dan pembangunan ekonomi. Hobi menulis, membaca, menonton film, dan bercengkrama bersama keluarga.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Potret Buram Kemiskinan: Bekerja di Usia Dini demi Sesuap Nasi

2 Januari 2023   15:47 Diperbarui: 10 Januari 2023   17:11 1274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pekerja Anak Bekerja di Pabrik Pembuatan Batu Bata. Sumber: Unisbank (2021)

Stop Child Labor. Protect Children from Child Labor Now More than Ever

Gambaran Umum Kondisi Pekerja Anak di Indonesia

Pekerja anak adalah anak-anak yang terlibat dalam pekerjaan yang tidak sesuai dengan usia atau tingkat pendidikan mereka, atau yang mengganggu kesejahteraan, pertumbuhan, dan pembangunan mereka secara fisik, mental, sosial, atau spiritual.

Pekerja anak merupakan masalah yang serius di Indonesia, terutama di daerah pedesaan dan perkotaan yang kurang terpenuhi kebutuhan dasarnya.

Menurut data dari BPS (2020), terdapat 1,3 juta pekerja anak di Indonesia yang tersebar di berbagai sektor, seperti pertanian, industri, jasa, dan perdagangan.

Sebagian besar pekerja anak terlibat dalam pekerjaan yang berisiko tinggi, seperti menangani bahan kimia atau mesin, serta terpapar risiko kecelakaan dan penyakit.

Hal ini merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak-hak anak karena menyebabkan mereka kesempatan pendidikan dan menikmati masa bermain.

Lebih miris lagi, pekerja anak seringkali tidak mendapatkan gaji yang layak dan bekerja secara informal, bahkan acapkali tidak memperoleh upah.

Jikalau mereka menerima upah, rata-rata upahnya seringkali berada di bawah upah minimum. Beberapa diantaranya juga hanya dibayar dalam bentuk makanan atau tempat tinggal, tidak dalam bentuk uang tunai (ILO, 2009). Hak-hak pekerja seperti asuransi kesehatan dan tenaga kerja juga tidak diperoleh. Hal ini disebabkan posisi daya tawar mereka yang lemah di dunia kerja sehingga rawan dieksploitasi.

Menentukan usia rata-rata pekerja anak di Indonesia relatif tidak mudah dikarenakan rentang usia pekerja anak sangat bervariasi.

Menurut data International Labour Organization (ILO) tahun 2009, mayoritas pekerja anak di Indonesia berusia antara 5 hingga 17 tahun dan didominasi oleh anak-anak di bawah usia 15 tahun.

Dalam Pasal 7 Konvensi ILO No. 138 mengatur ketentuan yang memungkinkan anak usia 13 sampai 15 tahun melakukan pekerjaan ringan yang tidak membahayakan kesehatan dan perkembangannya, tetapi juga tidak mengganggu pendidikannya.

Namun, peraturan dalam pasal 7 ini sulit ditegakkan mengingat pekerja anak berada dalam kondisi yang rentan dan tidak mendapatkan payung hukum yang memadai di Indonesia. 

Penyebab Timbulnya Pekerja Anak

Timbulnya pekerja anak di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor:

  • Kondisi ekonomi yang tidak memadai. Banyak keluarga di Indonesia yang terpaksa mengandalkan anak-anak mereka untuk bekerja demi menambah penghasilan keluarga. Hal ini terutama terjadi pada keluarga miskin di daerah pedesaan dan perkotaan. Akibat kesulitan ekonomi, mereka terpaksa meminta anak mereka ikut bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidup.
  • Pendidikan yang terbatas. Terdapat banyak anak-anak yang tidak mendapatkan akses pendidikan yang layak, sehingga terpaksa bekerja demi menambah penghasilan keluarga.
  • Kebutuhan untuk memperoleh tenaga kerja yang murah. Banyak perusahaan di Indonesia yang mempekerjakan anak-anak dengan gaji yang rendah.
  • Rendahnya kesadaran masyarakat tentang bahaya pekerja anak. Kepedulian dan pemahaman masyarakat akan pekerja anak masih minim.

Upaya untuk Mengatasi Masalah Pekerja Anak 

Untuk mengatasi masalah pekerja anak di Indonesia, perlu ada upaya yang terpadu dan konsisten dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga internasional, organisasi masyarakat, dan pihak swasta. Upaya tersebut meliputi:

  • Penegakan hukum terhadap pelaku pekerja anak, termasuk memberikan sanksi yang tegas bagi mereka yang terlibat dalam pekerjaan anak.
  • Penyelenggaraan program-program pendidikan dan pelatihan bagi pekerja anak, serta memberikan bantuan pendidikan bagi anak-anak yang terpaksa bekerja.
  • Penyediaan program-program kesejahteraan bagi pekerja anak, termasuk penyediaan asuransi kesehatan, perlindungan sosial, dan bantuan keuangan bagi keluarga pekerja anak.
  • Penyusunan kebijakan yang memprioritaskan pencegahan pekerja anak, termasuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menghindari pekerjaan anak.
  • Penyediaan lapangan kerja yang layak bagi orang tua pekerja anak sehingga anak-anak tidak terpaksa bekerja mencari nafkah.
  • Mengadakan sosialisasi dan edukasi tentang bahaya pekerja anak dan menekankan pentingnya pendidikan bagi anak-anak.
  • Penyusunan dan pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang mempromosikan hak-hak anak, termasuk hak atas pendidikan, kesehatan, dan perlindungan dari kekerasan.
  • Penyediaan jaringan dukungan bagi pekerja anak dengan melibatkan lembaga-lembaga yang dapat membantu anak-anak yang terlibat dalam pekerjaan anak.

Dengan upaya-upaya tersebut, diharapkan dapat terwujud suatu masyarakat Indonesia yang bebas dari pekerja anak, dimana setiap anak berhak atas pendidikan yang layak, kesejahteraan yang memadai, dan perlindungan dari kekerasan.

Miris, Pekerja Anak di Tempat Pembuatan Sampah. Sumber: Tempo.co (2012)
Miris, Pekerja Anak di Tempat Pembuatan Sampah. Sumber: Tempo.co (2012)

Pendidikan Informal bagi Pekerja Anak

Pendidikan informal bagi pekerja anak merupakan salah satu cara untuk membantu anak mengatasi masalah pekerja anak di Indonesia dan dapat diselenggarakan di luar sistem pendidikan formal, seperti sekolah atau universitas.

Namun di sisi lain sulit untuk secara akurat menentukan jumlah sekolah informal untuk pekerja anak di Indonesia, karena banyak dari sekolah tersebut mungkin tidak terdaftar atau didokumentasikan secara formal. Lembaga swadaya masyarakat (LSM), pemerintah, dan organisasi internasional terus berupaya menyediakan pendidikan informal bagi pekerja anak sehingga meningkatkan akses mereka untuk memperoleh kehidupan lebih baik. 

Pendidikan informal dapat memberikan kesempatan bagi pekerja anak untuk terus belajar dan meningkatkan kemampuan mereka, menjadi sarana penting untuk memutus lingkaran kemiskinan, meningkatkan prospek mereka di masa depan, melindungi hak-hak anak, dan mencegah mereka dieksploitasi dan dilecehkan melalui pekerja anak.

Pendidikan informal bagi pekerja anak dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, antara lain program pendidikan nonformal, kelas literasi dan numerasi, pelatihan kejuruan, dan bentuk pembelajaran lainnya.

Program-program ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan khusus pekerja anak, dan dapat diselenggarakan di sekolah, pusat komunitas, dan lokasi lainnya.

Terdapat beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain:

  • Identifikasi kebutuhan pendidikan. Hal pertama yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi kebutuhan pendidikan bagi pekerja anak, termasuk tingkat pendidikan, materi pelajaran, dan durasi pendidikan.
  • Penyusunan rencana pendidikan. Menyusun rencana pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan pekerja anak. Rencana pendidikan harus mempertimbangkan kondisi pekerja anak, seperti waktu yang tersedia untuk belajar, kemampuan belajar, dan kebutuhan lainnya.
  • Penyediaan fasilitas pendidikan sesuai dengan kebutuhan pekerja anak. Fasilitas pendidikan tersebut dapat berupa ruangan belajar, buku-buku pelajaran, alat-alat peraga, dan sebagainya.
  • Mencari tenaga pengajar dan pendidik bagi pekerja anak. Tenaga pengajar dan pendidik tersebut harus memiliki kompetensi dan pengalaman dalam mengajar serta memahami kebutuhan dan kondisi pekerja anak.
  • Penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar sesuai dengan rencana pendidikan yang telah disusun. Kegiatan belajar-mengajar harus disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pekerja anak, serta menggunakan metode yang efektif dan menyenangkan.
  • Penilaian capaian hasil belajar. Penilaian tersebut bertujuan sebagai bahan evaluasi untuk mengetahui tingkat keberhasilan belajar pekerja anak, serta mencari cara-cara untuk meningkatkan hasil belajar di masa yang akan datang.

Perlu dipahami bahwa penyediaan pendidikan informal bagi pekerja anak perlu didukung dengan adanya upaya penegakan hukum, program-program kesejahteraan, penyusunan kebijakan yang memprioritaskan pencegahan pekerja anak, penyediaan lapangan kerja yang layak, sosialisasi dan edukasi, serta penyusunan dan pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang mendukung pemenuhan hak-hak anak.

Dengan demikian, diharapkan dapat terwujud suatu masyarakat Indonesia yang bebas dari pekerja anak, dimana setiap anak berhak atas pendidikan yang layak, kesejahteraan yang memadai, dan perlindungan dari kekerasan.

***

Sumber:

BPS. 2020. "Pekerja Anak". Diakses dari https://rembangkab.bps.go.id/news/2022/12/08/686/sosialisasi-indikator-pekerja-anak-hasil-dari-sakernas.html

ILO. 2009. "Serikat Buruh dan Pekerja Anak". Diakses dari https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-jakarta/documents/publication/wcms_144313.pdf

ILO. 2009. "Pekerja Anak di Indonesia." Diakses dari https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-jakarta/documents/publication/wcms_123584.pdf

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun