Mohon tunggu...
Widadi Muslim
Widadi Muslim Mohon Tunggu... Guru - Guru

Guru yang energik, atraktif dan murah senyum. Motivator dan penulis buku kependidikan. Juara kedua kompetisi edukasi Anlene Hidup Penuh Makna. Saat ini mengampu mata pelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 164 Jakarta Selatan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sepenggal Kisah Seorang Ibu

23 Desember 2022   00:24 Diperbarui: 23 Desember 2022   00:28 919
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kubuka album biru

Penuh debu dan usang

Kupandangi semua gambar diri

Kecil bersih belum ternoda

Mendengar lagu ini anganku melayang ke masa kecil. Masa dimana foto-foto didalam album hanya hitam putih. Terlihat samar ibuku menggendongku, lalu aku teringat senandung lagu yang didendangkannya ketika aku menangis.

Tak lelo lelo lelo ledung

Cup menengo anakku Si Anung

Anakku sing bagus rupane

Terasa damai hati ini mendengar senandung ibu ketika itu. Dilain waktu pada saat bulan purnama tanggal 14 dan 15, ibu-ibu dan anak-anak gadis menabuh (membunyikan) lesung (alat penumbuk padi) menimbulkan irama yang indah sambil bernyayi;

Lesung jumengglung

Sru imbal-imbalan

Lesung jumengglung mangeker mangungkung

Tumandang nyedaki sak jroning padesan

Tok tok tek tok tok gung

Tok tok tek tok tek tok gung

Ibu mengudangku (memanjakanku) di halaman rumah di bawah pohon jambu sambil bersenandung;

Lan mbulan gedhe (wahai rembulan yang bersinar terang)

Ono santri menek jambe (ada pencari ilmu sedang memanjat pohon pinang)

Aku njaluk sethithik wae (saya minta cahayamu sedikit saja)

Golong-golong teplok (sambil berkata seperti itu, ibuku seolah mengambil rembulan dengan tangan kanannya lalu menempelkannya di keningku. Aku pun tertawa cekikikan ketika tangan ibu yang lembut menempel di keningku.

Memasuki usia taman kanak-kanak setiap pagi ibu memandikanku, menyiapkan baju seragam sekolah dan sarapan untukku. Sesekali ibu mengingatkanku dengan lagu jika aku kurang semangat atau tampak murung;

Taman yang paling indah hanya taman kami

Taman yang paling indah hanya taman kami

Tempat bermain berteman banyak

Itulah taman kami taman kanak-kanak

Mendengar ibu menyanyikan lagu itu seketika bangkit semangat belajarku karena teringat ibu guru, teringat teman-temanku di sekolah. Setelah mengantarku ke sekolah ibu biasanya berkemas menuju ke pasar. Ibu berjualan minyak goreng dan kelontong dengan jarak yang jauh dari rumah. Terkadang berjalan kaki namun terkadang naik sepeda gasela kesayangannya dengan kronjot (keranjang) menempel pada boncengannya. Di kedua sisi keranjang tersebut diisi dengan blek (sejenis jirigen) yang berisi minyak goreng, diatasnya barang dagangan lainnya. Maka jika saat ini saya mendengar lagu Iwan Fals yang bercerita tentang ibu, hatiku jadi trenyuh (sedih) karena lirik lagunya pas dengan sepenggal kisah ibuku dalam mengasuhku.

Ribuan kilo jarak yang kau tempuh

Lewati rintang untuk aku, anakmu

Ibuku sayang, masih terus berjalan

Walau tapak kaki penuh darah, penuh nanah

Ibuku memang pekerja keras. Jika ayahku pagi-pagi pergi ke sawah, ibuku melintasi sawah-sawah menuju ke pasar. Jika ayahku bertani menanam padi, ibuku berjualan sebagai pedagang kecil-kecilan. Suatu hari aku ikut ibu berjualan di pasar, wah senangnya bukan main.

“Ini anaknya ya Bu Jum?” Tanya teman-teman ibuku.

“Iya yang mbarep (anak pertama).”

“Lucu sekali kata yang lain.”

Sambil berkata dan mengerubungiku mereka tak jarang memasukkan uang ke dalam  saku bajuku. Bahkan bermacam buah-buahan dan kue jajanan pasar memenuhi tas sekolahku. Ketika perjalanan pulang ke rumah hari itu ibu mampir ke tukang kayu, ibu membelikan aku mainan mobil-mobilan  dari kayu, kayu pohon waru. Sambil mengayuh sepeda ibu menghiburku.

Katakan padaku hai tukang kayu

Bagaimana caranya memotong kayu

Lihat-lihat, lihatlah anakku

Beginilah caranya memotong kayu

Sesampai di rumah betapa gembiranya aku. Buah-buahan dan kue memenuhi tasku. Uang pemberian teman-teman ibu tersimpan di saku baju dan punya mobil-mobilan dari kayu.

Sorenya aku ikut ayah dan ibu ke pengajian kampung. Ustadz Bejo saat itu menjelaskan tentang sosok ibu dengan sesekali melucu. Orang-orang terhibur. Terkadang juga sedih sehingga orang-orang menitikkan air mata.

Ustadz Bejo menceritakan penderitaan ibuku ketika mengandung dan melahirkanku. Katanya aku hanya tujuh bulan berada di perut ibuku. Ibuku sangat kesulitan  saat melahirkanku. Air mata membasahi wajahnya, keringat bercucuran, kaki dan tangan meregang, tetapi aku belum lahir juga. Orang-orang kampung berdoa, kedua tangan ibuku memegang amben (tempat tidur) sekuat tenaga. Orang-orang mengatakan aku terlahir prematur. Tubuhku kecil mungil membuat iba orang yang melihatku. Ibuku sedih dan menangis sejadi-jadinya. Tak percaya jika aku anak yang baru saja dilahirkannya. Mbah Marto sesepuh kampung menghibur ibuku.

“Sabar Jum, anakmu akan hidup.”

“Darimana Mbah Marto tahu?”

“Lihatlah sorot matanya.”

Ibu memperhatikan mataku, lalu memelukku dalam kesedihannya. Mendengarkan cerita Ustadz Bejo pada pengajian itu membuat jantungku berdetak kencang, air mataku tak terbendung. Maka saat ini jika aku mendengar lagu berjudul “Keramat” yang dinyanyikan oleh Bang Haji Rhoma Irama aku jadi teringat perjuangan ibuku ketika melahirkanku.

Hai manusia, hormati ibumu

Yang melahirkan dan membesarkanmu

Darah dagingmu dari air susunya

Jiwa ragamu dari kasih sayangnya

Dialah manusia satu-satunya

Yang menyayangimu tanpa ada batasnya

Suatu waktu ibuku pergi meninggalkanku. Ibu ingin mengadu nasib di negeri orang. Enam bulan tinggal di penampungan tak kunjung berangkat ke negeri orang. Di saat malam kian larut aku duduk di depan rumah sambil minum teh pahit, rebusan ubi jalar dan talas. Terdengar sayup-sayup lagu yang diputar dari radio milik Mas Jono.

Mama kembalilah padaku

Hanyalah dirimu harapanku, oh mama

Mama kembalilah padaku

Hanyalah dirimu pelita hidupku

Hatiku sedih, jiwaku meronta. Ingin berlari menjemput ibuku.

Waktu terus berlalu kini aku sudah tumbuh dewasa. Aku bekerja sebagai guru, sedapat mungkin aku memberikan pengertian kepada anak didikku tentang pengurbanan seorang ibu. Hari itu aku mengajar di kelas 8 dengan tema asyiknya bercerita.

Pada jaman dahulu di kalangan Bani Israil hiduplah seorang pemuda, Juraij Namanya.  Ia adalah pemuda yang tekun ibadahnya. Namun ia pernah membuat kesah ibunya. Ibunya berdoa, Allah mengabulkannya. Juraij pun celaka karena doa ibunya. Namun Allah menyelamatkannya.

Hikmah dari cerita di atas adalah sebagai anak kita jangan sekali-kali membuat kesal ibu kita. Pepatah mengatakan “Surga berada di bawah telapak kaki ibu,” mengandung makna bahwa jika seorang anak ingin mendapatkan pahala surga maka perlakukan ibunya dengan sebaik-baiknya, jangan durhaka. Bagaimana caranya? Pertama, bebuat baik kepadanya. Kedua, bersyukur dengan keberadaan ibu kita. Ketiga, berkata dan bersikap sopan kepadanya. Keempat, mengasihi dan mendoakannya.

Begitu tinggi dan mulianya ibu kita sehingga Allah mempercayakan seorang ibu sebagai awal kehidupan manusia. Di dalam surah Al Mu’minun ayat 12-14, Allah berfirman yang artinya; “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, pencipta yang paling baik. Kompasianer, selamat merayakan Hari Ibu. Jadikan Sepenggal Kisah Seorang Ibu ini menjadi Hadiah Buat Hari Ibu.

#hari ibu #hadiah buat hari ibu #sepenggal kisah seorang ibu #ribuan kilo #segumpal darah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun