Mohon tunggu...
Widadi Muslim
Widadi Muslim Mohon Tunggu... Guru - Guru

Guru yang energik, atraktif dan murah senyum. Motivator dan penulis buku kependidikan. Juara kedua kompetisi edukasi Anlene Hidup Penuh Makna. Saat ini mengampu mata pelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 164 Jakarta Selatan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sepenggal Kisah Seorang Ibu

23 Desember 2022   00:24 Diperbarui: 23 Desember 2022   00:28 919
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Lucu sekali kata yang lain.”

Sambil berkata dan mengerubungiku mereka tak jarang memasukkan uang ke dalam  saku bajuku. Bahkan bermacam buah-buahan dan kue jajanan pasar memenuhi tas sekolahku. Ketika perjalanan pulang ke rumah hari itu ibu mampir ke tukang kayu, ibu membelikan aku mainan mobil-mobilan  dari kayu, kayu pohon waru. Sambil mengayuh sepeda ibu menghiburku.

Katakan padaku hai tukang kayu

Bagaimana caranya memotong kayu

Lihat-lihat, lihatlah anakku

Beginilah caranya memotong kayu

Sesampai di rumah betapa gembiranya aku. Buah-buahan dan kue memenuhi tasku. Uang pemberian teman-teman ibu tersimpan di saku baju dan punya mobil-mobilan dari kayu.

Sorenya aku ikut ayah dan ibu ke pengajian kampung. Ustadz Bejo saat itu menjelaskan tentang sosok ibu dengan sesekali melucu. Orang-orang terhibur. Terkadang juga sedih sehingga orang-orang menitikkan air mata.

Ustadz Bejo menceritakan penderitaan ibuku ketika mengandung dan melahirkanku. Katanya aku hanya tujuh bulan berada di perut ibuku. Ibuku sangat kesulitan  saat melahirkanku. Air mata membasahi wajahnya, keringat bercucuran, kaki dan tangan meregang, tetapi aku belum lahir juga. Orang-orang kampung berdoa, kedua tangan ibuku memegang amben (tempat tidur) sekuat tenaga. Orang-orang mengatakan aku terlahir prematur. Tubuhku kecil mungil membuat iba orang yang melihatku. Ibuku sedih dan menangis sejadi-jadinya. Tak percaya jika aku anak yang baru saja dilahirkannya. Mbah Marto sesepuh kampung menghibur ibuku.

“Sabar Jum, anakmu akan hidup.”

“Darimana Mbah Marto tahu?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun