Mohon tunggu...
Abdul Muis Ashidiqi
Abdul Muis Ashidiqi Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer

Hobi rebahan, cita-cita jadi sultan, tapi masih suka jajan cilok di pinggir jalan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Senja dan Kamu

8 Januari 2025   20:40 Diperbarui: 8 Januari 2025   20:34 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gila sih, dingin banget hari ini! Padahal baru jam lima sore, tapi udara di puncak udah kayak kulkas dua pintu. Untung gue udah siapin jaket tebel sama sarung tangan. Sambil nungguin rombongan anak kampus yang lain dateng, gue duduk di pinggir tebing, nyeduh kopi sasetan, maklum anak kosan.

Asap tipis mengepul dari cangkir plastik, aroma kopi instan murah bercampur bau tanah basah dan kayu bakar. Pemandangan di depan gue? Beuh, jangan ditanya! Gradasi warna oranye, ungu, merah muda di langit luas. Matahari kayak bola api raksasa yang pelan-pelan turun di balik gunung. Keren banget!

Tiba-tiba, "Hai! Boleh gabung?"

Gue noleh. Cewek, manis, senyumnya ramah banget. Rambutnya dikuncir kuda, sebagian jatuh di pipi. Pakai jaket jeans belel dan celana cargo. Tipikal cewek-cewek petualang nih, kayaknya.

"Eh, boleh-boleh. Silakan," jawab gue, agak gugup.

Dia duduk di sebelah gue, ngeluarin termos dan dua cangkir gelas dari ranselnya. "Mau teh? Gue bawa beberapa nih."

"Wah, boleh banget. Makasih ya," kata gue.

Sambil nyeruput teh hangat, kita ngobrol ngalor-ngidul. Ternyata dia anak fakultas sebelah, namanya Luna. Hobi naik gunung dan fotografi. Pantesan bawa kamera gede gitu.

"Lo suka motret sunset juga?" tanya gue.

"Banget! Menurut gue, senja itu waktu paling romantis. Langitnya dramatis, cahayanya bikin semuanya keliatan indah," jawab Luna, matanya berbinar-binar.

Gue manggut-manggut setuju. "Iya, apalagi kalo dinikmatin bareng orang spesial."

Luna ketawa kecil. "Iya juga, sih."

Suasana jadi agak hening. Cuma ada suara gemerisik daun dan jangkrik yang mulai bersahutan. Gue curi-curi pandang ke arah Luna. Dia lagi fokus motret langit. Cantik banget. Cahaya senja bikin kulitnya keliatan makin bersinar.

"Eh, liat deh!" seru Luna tiba-tiba, nunjuk ke arah langit.

Gue ngikutin arah pandangnya. Ada bintang jatuh!

"Cepet bikin permohonan!" kata Luna.

Gue memejamkan mata. Dalam hati, gue cuma berharap momen ini nggak cepat berlalu. Semoga ada banyak senja lagi yang bisa gue lewatin bareng Luna.

Pas gue buka mata, Luna lagi senyum ke arah gue. "Lo udah bikin permohonan?"

Gue balas senyumnya. "Udah, dong."

"Apa?" tanya Luna penasaran.

"Rahasia," 

Luna ketawa lagi. Tawanya renyah banget, gue jadi makin deg-degan.

Malam itu, api unggun menyala terang. Kita ngobrol sama anak-anak lain, nyanyi-nyanyi, dan makan jagung bakar. Tapi, jujur aja, perhatian gue lebih banyak tertuju ke Luna.  Sesekali mata kita bertemu, dan dia selalu balas dengan senyuman.

Di bawah langit penuh bintang, di tengah dinginnya puncak, gue ngerasa hangat. Senja itu beneran jadi momen paling romantis yang pernah gue rasain. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun