Luna ketawa lagi. Tawanya renyah banget, gue jadi makin deg-degan.
Malam itu, api unggun menyala terang. Kita ngobrol sama anak-anak lain, nyanyi-nyanyi, dan makan jagung bakar. Tapi, jujur aja, perhatian gue lebih banyak tertuju ke Luna. Â Sesekali mata kita bertemu, dan dia selalu balas dengan senyuman.
Di bawah langit penuh bintang, di tengah dinginnya puncak, gue ngerasa hangat. Senja itu beneran jadi momen paling romantis yang pernah gue rasain.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H