Sore itu saya pulang ke kampus seminari dengan bayangan akan bekas luka di punggung anak itu. Bayangan bekas luka yang seakan-akan memberi jawaban atas perilaku anak-anak di kelas selama ini. Sebagai seorang guru Sekolah Minggu, saya telah menjalani pelatihan bagaimana mengajar di depan anak-anak. Kelas persiapan pun rutin dilakukan dengan pelbagai macam aktivitas menarik yang dirancang bagi anak-anak. Alat peraga tersedia, tinggal dipilih mana yang cocok. Kurang apa lagi?
Sore itu, ketika matahari terbenam, timbul sebuah kesadaran di batin saya. Tugas seorang guru memanglah mengajar. Ia membutuhkan persiapan, alat peraga dan aktivitas yang menarik bagi murid-muridnya. Namun, seorang guru tidak akan siap mengajar sebelum ia mulai mendengarkan murid-muridnya. Seorang guru baru berhak membuka mulut, setelah ia membuka telinga bagi murid-muridnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H