Mohon tunggu...
Weny Rachma
Weny Rachma Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa Yogyakarta

Sebuah pengetahuan akan pudar jika tak kau tuangkan dalam tulisan. Maka, menulislah sampai kau tiada tulisan tetap merdeka

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kenali Aku

8 September 2019   07:00 Diperbarui: 8 September 2019   07:08 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Mentari pagi penuh dengan kesejukan. Syifa dengan Zahra memilih untuk jalan-jalan sebentar menikmati suasana pagi. Gunungnya terlihat melintang indah bagai sebuah lukisan elok. Hati Syifa kini lebih tenang. Waktu berjalan dengan cepat, dua tahun berlalu dengan sendirinya. 

Awalnya ia sempat murung memikirkan Ferdian, tapi sekarang ia mulai terbiasa dengan keadaan. Bahkan sekarang hafalan Syifa sudah juz lima belas.

Waktunya para santri menjadi mahasiswi. Semuanya terlihat anggun dengan pakaian yang sekirannya tidak memperlihatkan lengkungan tubuh. Syifa terlihat anggun dengan pakaian dress tosca berpadu baby pink. Ia sedikit memberi lipstik agar tidak nampak pucat. 

Banyak lelaki yang tertarik akan pesonanya, tapi baginya itu adalah hal yang tidak penting. Lagian umur dua puluh tahun masih belum pantas untuk membina rumah tangga. Tapi, itu pendapat Syifa sendiri.

Saat ini dia memang ingin fokus untuk mengkhatamkan Alquran. Toh, bentar lagi juga akan skripsi. Masalah jodoh pasti akan tiba disaat yang tepat. Jika ada laki-laki yang mendekat untuk mengajak pacaran, mendingan jangan dulu. 

Tapi, kalau ada laki-laki yang ingin melamar justru itu adalah tindakan yang benar. Bukankah jodoh itu cerminan dari diri sendiri. Intinya tidak perlu difikir panjang, kalau endingnya nikah tua itu tidak menjadi sebuah masalah. Zaman sekarang banyak para gadis yang hamil diluar nikah.

"Tinggal menghitung bulan Fa, insyaallah mahkota akan terpasang di kepala kita" ujar Zahra dengan penuh harap. Bahkan membuatnya tak sadar ada batu di depannya, membuatnya hampir terjatuh.

"Hati-hati Zah kalau jalan" ucap Syifa tertawa kecil "aku juga tidak menyangka akan secepat ini Zah. Rasanya ini sebuah anugrah terbesar dari Sang Pencipta"

Di ambang gerbang mereka melangkah menuju ruang masing-masing. Sama-sama mengikuti pelajaran dengan serius. Aktif dalam mencatat apa yang diterangkan dosen. Bahkan semenjek Syifa jauh dari Ferdian, ia benar-benar berubah. Awalnya yang hafalanya paling tertinggal, sekarang ia justru paling unggul. Mahraj dalam bacaannya pun juga fasyih. 

Di kelasnya ia mendapat IP tertinggi. Sunguh sebuah niat suci yang memuaikan hasil. Ketekunannya memang patut diacungi jempol.

Mega merah datang seperti biasanya menandakan hari mulai petang. Awan yang semula biru, berubah keabu-abuan. Bintang juga mulai bermunculan secara perlahan. Adzan dari kejauhan sudah mulai terdengar samar. Ayunan kaki mereka dipercepat, takutnya ntar malah ketinggalan shalat jamaah magrib. Malam ini Syifa benar-benar menyiapkan mental. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun