Mohon tunggu...
Wening Yuniasri
Wening Yuniasri Mohon Tunggu... Guru - Pelajar kehidupan

Menulislah, maka engkau abadi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kode

12 September 2024   00:00 Diperbarui: 12 September 2024   17:55 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tentu. Kalian juga, menikahlah!" gurauku kemudian. Lelaki berkemeja kelabu mengerling. Sebuah telepon datang.

Aku izin menyingkir dari meja dan berjalan ke sudut, duduk di samping tanaman iris yang rajin berbunga. Melewatkan perbincangan sore yang dari kejauhan terlihat lebih hidup, kuhidu dalam-dalam aroma udara, membiarkan alveolusku menukar tangkap oksigen dengan riang gembira. Aku mengenyakkan tubuh, menyela-nyela lalu lintas jalan di luar gedung dengan jari-jemari. Menengok kerai mungil yang berjuntai berjeda-jeda antara satu kerai dengan lainnya, aku tertawa-tawa dalam obrolan teleponku dan menyelesaikannya dengan perasaan lega.

*

"Lu tadi nelpon pake telpon rumah? Gue pikir kantor mana! Gue telpon balik. Mama tadi yang angkat. Buset!"

"Sori. Cuma itu yang mungkin. Aku cari pulsa di tetangga sambil berangkat tadi."

"Jir!"

"Jar, jir, jar, jir. Kamu tanam kacang panjang, apa pakai ajir?"

"Sudah ketemu? Katanya mau konfirmasi?"

"Iya."

"Dicentang, dong?"

"Nggak." Niar di sambungan seberang tergelak. "Kesimpulannya?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun