Setelah kalimat perbincangan itu, aku tak lagi memerhatikan isi pembicaraan mereka. Seseorang di belakangku menepukku agar memiringkan kepala supaya dia dapat melihat objek gambar di depan papan tulis. Terlalu berisik untuk mendengar lebih banyak, apalagi bahuku diguncang-guncang terus.
*
"Aku punya buku. Tebal, tapi. Buku bagus. Mau baca?"
Demikian kalimatnya terucap suatu kali ketika dia masuk dan menunggu kelas ilustrasi bersamaku. Lorong dengan lis jendela-pintu kelabu yang hening itu, membuat suaranya mendominasi, membuatku seketika menoleh padanya yang dari posisiku, duduk di kiri.
Dia berkata punya buku bagus, tapi milik kakaknya yang di universitas. Orang yang menulis buku itu juga membuat videonya menyebar ke segala penjuru dunia. Buku yang cukup tebal tetapi menarik dalam waktu yang bersamaan, berisi perjuangan dan kesulitan hidup. Buku yang kusangka, sejak sekolah menengah atas sangat ingin aku baca hingga tuntas. Dia berjanji akan membawakannya supaya bisa kulihat hari berikutnya. Rupanya benar. Dia menepati janjinya. Itu buku yang kumaksud.
Sampai aku menyelesaikan buku itu, dia tidak datang-datang lagi.
*
Pelankan langkahmu!
"Iya."
Lebih pelan lagi.
"Iya."