Mohon tunggu...
Weni Fitria
Weni Fitria Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan Pembelajar

Memperkaya pikiran melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pepatah "Alua Samo Dituruik, Limbago Samo Dituang", Kaitannya Dengan Kepatuhan Selama PSBB

19 April 2020   01:12 Diperbarui: 20 April 2020   10:58 697
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Alua samo dituruik, limbago samo dituang”. (Pepatah)


Mengandung pengertian “Seseorang yang mentaati perbuatan bersama dan dipatuhi bersama”. Dikutip dari Alm. Idrus Hakimy Dt Rajo Panghulu (www.arlo.web.id)

Pandemi Covid-19 di Indonesia saat ini bisa dikatakan belumlah mendekati titik reda. Berbagai laporan tentang semakin meluasnya kasus yang terpapar virus ini setidaknya menggambarkan bahwa kondisi kita saat ini tidaklah baik-baik saja. Kondisi ini semakin diperjelas dengan telah ditetapkannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) oleh beberapa daerah.

Dimulai dari Provinsi DKI Jakarta yang pertama kali disetujui Menteri Kesehatan dan mendapat ijin pemerintah pusat untuk melakukan PSBB. Selanjutnya usulan yang sama mulai diikuti oleh berbagai daerah yang mengalami tingkat penyebaran Covid-19 yang mengkhawatirkan.

Salah satunya yang ikut mengusulkan hal tersebut adalah Pemerintahan Daerah Sumatera Barat. Dilansir dari Kompas.com - 18/04/2020, Sumbar telah disetujui oleh Pemerintah Pusat melalui Menteri Kesehatan untuk menerapkan PSBB. Hal ini menggenapkan jumlah daerah yang disetujui melaksanakan PSBB menjadi 11 Daerah diseluruh wilayah Indonesia per tanggal tersebut. 

Artinya, hari ini pertanggal 18 April 2020 dan paling tidak sampai  14 hari kedepan Sumbar resmi melaksanakan PSBB. Nampaknya ini sebuah usaha yang mau tak mau ditempuh oleh Pemerintah Daerah dalam menahan lajunya penyebaran Covid-19 yang semakin menunjukan gejala ke arah yang mengkhawatirkan. 

Tentu saja yang namanya Pembatasan Sosial Berskala Besar, ada hal-hal yang betul-betul dibatasi selama berlakunya aturan tersebut. Mengutip dari Kompas.com Bertajuk “Menkes Setujui PSBB DKI Jakarta: Berikut Pengertian, Syarat, dan Hal-hal yang Akan Dibatasi (07/04/2020), apabila PSBB dilaksanakan di suatu wilayah maka pelaksanaan PSBB meliputi beberapa hal:

Peliburan sekolah dan tempat kerja

Peliburan dikecualikan untuk kantor/instansi strategis yang memberikan pelayanan terkait: Pertahanan dan keamanan, Ketertiban umum, Kebutuhan pangan, Bahan bakar minyak dan gas, Pelayanan kesehatan, Perekonomian, keuangan, komunikasi, industri, ekspor dan impor, distribusi, logistik, dan kebutuhan dasar lainnya.

Pembatasan kegiatan keagamaan

Pembatasan adalah kegiatan keagamaan dilakukan di rumah, dihadiri keluarga terbatas dengan menjaga jarak setiap orang. Pembatasan dilaksanakan dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan dan fatwa atau pandangan lembaga keagamaan resmi yang diakui pemerintah.

Pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum

Artinya yang dimaksud adalah dilaksanakan dalam bentuk pembatasan jumlah orang dan pengaturan jarak orang. Pembatasan ini dikecualikan untuk: Supermarket, minimarket, pasar, toko atau tempat penjualan obat-obatan dan peralatan medis kebutuhan pangan, barang kebutuhan pokok, barang penting, bahan bakar minyak, gas, dan energi. Selain itu, fasilitas pelayanan kesehatan atau fasilitas lain dalam rangka pemenuhan pelayanan kesehatan dan tempat atau fasilitas umum untuk pemenuhan kebutuhan dasar penduduk lainnya, termasuk kegiatan olahraga.

Pembatasan kegiatan sosial dan budaya

Pembatasan dilaksanakan dalam bentuk pelarangan kerumunan orang dalam kegiatan sosial dan budaya serta berpedoman pada pandangan lembaga adat resmi yang diakui pemerintah dan peraturan perundang-undangan.

Pembatasan moda transportasi

Pembatasan ini dikecualikan untuk moda transportasi penumpang baik umum atau pribadi dengan memperhatikan jumlah penumpang dan menjaga jarak antar-penumpang, serta moda transpotasi barang dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar penduduk.

Pembatasan kegiatan lain khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan Dikecualikan untuk kegiatan aspek pertahanan dan keamanan dalam rangka menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah, dan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah dengan memperhatikan pembatasan kerumunan.

Sejujurnya saya bukan sosiolog, Namun sebagai seorang pengajar yang memiliki sedikit naluri “meneliti” dan juga tentunya kebiasaan mencermati sesuatu fenomena, saya menemukan banyak fenomena yang berpotensi bertabrakan dengan arturan pembatasan tersebut. Jika dicermati berbagai hal yang dibatasi selama PSBB tersebut, tentunya itu bukan hal yang mudah untuk dipatuhi begitu saja oleh masyarakat. Apalagi bagi masyarakat yang memiliki kecenderungan masih “awam” dan minim pemahaman yang benar tentang bahaya Covid-19 ini.

Sebut saja misalnya pembatasan kegiatan keagamaan maupun pembatasan kegiatan sosial dan budaya. Dari pengalaman saya mengamati berbagai aktifitas sosial selama masa pandemi ini, seringkali masih terlihat berbagai kegiatan sosial yang dilakukan oleh masyarakat ditengah suasana pandemi ini. Sebuah contoh, adanya masyarakat yang bersikukuh mengadakan gelaran acara takziah pasca meninggalnya anggota keluarga. Belum lagi susahnya meninggalkan kegiatan yang sifatnya sosial maupun keagamaan lainnya..

Belum lagi contoh-contoh perilaku lainnya ditengah masyarakat yang cenderung mengabaikan himbauan dan aturan terkait pencegahan penularan Covid-19 ini. Sebut saja misalnya, masih ada sebagian masyarakat yang enggan menggunakan masker, tidak mau menjaga jarak (physical distancing), dan lain sebagainya yang jelas tidak sesuai dengan himbauan pencegahan Covid-19. Bahkan keengganan tersebut disertai berbagai alasan yang seringkali tidak logis dilontarkan ditengah suasana pandemi ini.    

Kita tidak bisa memungkiri bahwa justru sebahagian besar masyarakat kita masih berada dalam tingkatan ini sulit merubah “mindset” terhadap sesuatu. Apalagi jika hal itu berkaitan langsung dengan  kebiasaan yang telah membudaya dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi jikadikaitkan pula dengan pemahaman terhadap ajaran agama (keyakinan) tertentu.

Namun dalam hal ini kita tidak bisaserta merta menyalahkan. Bisa jadi hal tersebut disebabkan oleh tingkat pendidikan yang masih rendah. Penyebab lain yang mungkin menyebabkan sebagian masyarakat masih “santai” terhadap bahaya virus mematikan ini adalah karena masih kurangnya akses informasi yang memadai. Sehingga pemahaman yang benar pun sulit terbangun. Serta berakibat pula timbulnya ‘ketidak patuhan” atau cenderung mengabaikan segala himbauan dan aturan pencegahan Covid-19. 

Dalam tulisan ini, saya mencoba mengaitkan PSBB tersebut dengan pituah (ajaran) dalam adat Minang Kabau yakni Alua samo dituruik, limbago samo dituang. Dalam pengertian yang jamak dipahami dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Minang, pepatah tersebut bermakna bahwa sifatnya seseorang itu mentaati perbuatan bersama dan dipatuhi pula secara bersama.

PSBB yang tengah diterapkan ini tentunya telah melalui sebuah kajian yang mendalam serta merupakan sebuah kebutuhan. Sebuah langkah yang lahir dari pemikiran bersama, bukan hanya sebuah keputusan sepihak dari pemangku kepentingan semata. Dalam pelaksanaannya ke depan bukan tidak mungkin akan mengalami berbagai kendala dan benturan ditengah masyarakat.

Menyikapi hal ini, ada baiknya menyerap kembali makna yang terkandung dalam pituah Alua samo dituruik, limbago samo dituang ini. Sebuah ajaran yang mengandung sebuah pesan mendalam bahwa penting bagi seseorang itu mentaati perbuatan yang memang sudah dilakukan bersama dan melaksanakannya dengan segenap kepatuhan.

Berdasarkan pemahaman sederhana saya, pandemi ini tidak akan bisa terhenti jika belum ada kesadaran penuh dari setiap orang untuk mentaati dan mematuhi segala himbauan dan aturan yang telah diberlakukan. Dimana himbauan dan aturan tersebut dalam rangka meredam penyebaran Covid-19 agar tidak semakin meluas.

Alua samo dituruik, limbago samo dituang bisa menjadi dasar pemikiran seseorang dalam menyikapi aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ini. Dengan adanya kesadaran untuk mau mentaati perbuatan yang telah disepakati bersama dan mematuhi pula secara bersama sebagaimana seharusnya, maka PSBB bukan lagi dipandang sebagai momok yang membelenggu aktifitas. 

Lebih dari itu, ini adalah sebuah langkah yang mesti ambil sekalipun tentunya tidaklah diinginkan semua pihak. Demi keselamatan hidup dan upaya pencegahan Covid-19 yang semakin laju, siap tidak siap tentunya masyarakat memiliki kewajiban untuk patuh demi mengakhiri pandemi ini.

Weni Fitria, 18 April 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun