Mohon tunggu...
Weni Fitria
Weni Fitria Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan Pembelajar

Memperkaya pikiran melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pepatah "Alua Samo Dituruik, Limbago Samo Dituang", Kaitannya Dengan Kepatuhan Selama PSBB

19 April 2020   01:12 Diperbarui: 20 April 2020   10:58 697
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita tidak bisa memungkiri bahwa justru sebahagian besar masyarakat kita masih berada dalam tingkatan ini sulit merubah “mindset” terhadap sesuatu. Apalagi jika hal itu berkaitan langsung dengan  kebiasaan yang telah membudaya dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi jikadikaitkan pula dengan pemahaman terhadap ajaran agama (keyakinan) tertentu.

Namun dalam hal ini kita tidak bisaserta merta menyalahkan. Bisa jadi hal tersebut disebabkan oleh tingkat pendidikan yang masih rendah. Penyebab lain yang mungkin menyebabkan sebagian masyarakat masih “santai” terhadap bahaya virus mematikan ini adalah karena masih kurangnya akses informasi yang memadai. Sehingga pemahaman yang benar pun sulit terbangun. Serta berakibat pula timbulnya ‘ketidak patuhan” atau cenderung mengabaikan segala himbauan dan aturan pencegahan Covid-19. 

Dalam tulisan ini, saya mencoba mengaitkan PSBB tersebut dengan pituah (ajaran) dalam adat Minang Kabau yakni Alua samo dituruik, limbago samo dituang. Dalam pengertian yang jamak dipahami dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Minang, pepatah tersebut bermakna bahwa sifatnya seseorang itu mentaati perbuatan bersama dan dipatuhi pula secara bersama.

PSBB yang tengah diterapkan ini tentunya telah melalui sebuah kajian yang mendalam serta merupakan sebuah kebutuhan. Sebuah langkah yang lahir dari pemikiran bersama, bukan hanya sebuah keputusan sepihak dari pemangku kepentingan semata. Dalam pelaksanaannya ke depan bukan tidak mungkin akan mengalami berbagai kendala dan benturan ditengah masyarakat.

Menyikapi hal ini, ada baiknya menyerap kembali makna yang terkandung dalam pituah Alua samo dituruik, limbago samo dituang ini. Sebuah ajaran yang mengandung sebuah pesan mendalam bahwa penting bagi seseorang itu mentaati perbuatan yang memang sudah dilakukan bersama dan melaksanakannya dengan segenap kepatuhan.

Berdasarkan pemahaman sederhana saya, pandemi ini tidak akan bisa terhenti jika belum ada kesadaran penuh dari setiap orang untuk mentaati dan mematuhi segala himbauan dan aturan yang telah diberlakukan. Dimana himbauan dan aturan tersebut dalam rangka meredam penyebaran Covid-19 agar tidak semakin meluas.

Alua samo dituruik, limbago samo dituang bisa menjadi dasar pemikiran seseorang dalam menyikapi aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ini. Dengan adanya kesadaran untuk mau mentaati perbuatan yang telah disepakati bersama dan mematuhi pula secara bersama sebagaimana seharusnya, maka PSBB bukan lagi dipandang sebagai momok yang membelenggu aktifitas. 

Lebih dari itu, ini adalah sebuah langkah yang mesti ambil sekalipun tentunya tidaklah diinginkan semua pihak. Demi keselamatan hidup dan upaya pencegahan Covid-19 yang semakin laju, siap tidak siap tentunya masyarakat memiliki kewajiban untuk patuh demi mengakhiri pandemi ini.

Weni Fitria, 18 April 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun