Dari gelap...
Menjelang hajatan besar 2024 nanti, beberapa partai politik (selanjutnya: parpol) di Indonesia mulai bersolek ria untuk mempesona rakyat dengan figur-figur eksotis berikut janji-janji (gombal) mereka. Figur-figur yang selama ini hidup di alam glamour penuh hokya-hokya mendadak muncul sebagai figur bersahaja yang hadir memberi bantuan kepada masyarakat miskin. Foto-foto dan video mereka mulai tersebar di berbagai platform media sosial dengan efek dramaturgi, exposure, dan proporsi sempurna hasil kerja para profesional. Saat ini sih baru beberapa saja yang tampil.Â
Tapi di 2023 nanti seluruh wilayah Indonesia akan dilanda gelombang tsunami promosi figur-figur selebriti politik yang akan berjejal menjajakan diri sebagai sampah visual di jalan-jalan, di tempat-tempat umum, di sekitar kampus, di tempat ibadah, pada alat transportasi, pada kemasan alat ibadah, pada kemasan beras, minyak goreng dan gula, pada kalender dan kaos, iklan di televisi, radio, koran, dan semua platform yang dapat mereka gunakan sebagai topeng untuk menutupi ketidakmampuan dan ketidakhadiran (baca: ketidakperdulian) mereka selama ini di tengah rakyat.Â
Sementara itu, di area panggung belakang saat ini sudah, sedang, dan akan terus berlangsung operasi senyap dari satgas-satgas yang bergerak sesuai dengan spesialisasinya. Ada satgas yang secara khusus bertugas untuk "peduli dan mendukung" pelayanan pimpinan-pimpinan agama dan tokoh-tokoh masyarakat (adat). Pimpinan agama dan tokoh masyarakat adalah sasaran empuk dan gemuk. Pada umumnya mereka mudah dimanipulasi karena orang-orang baik cenderung akan berpikir orang lain juga baik.Â
Mereka menjadi sasaran karena mereka punya massa! Syukur-syukur ada anak atau saudara mereka yang mau dibujuk agar bersedia menjadi calon anggota dewan atau calon eksekutif dari parpol tersebut karena itu secara otomatis akan membuat mayoritas jamaah dan masyarakat (adat) tersebut akan memberikan dukungan suaranya. Masalah orang tersebut bisa dan mau kerja untuk rakyat atau tidak itu bukan urusan parpol. Bagi parpol, yang penting adalah mendapatkan dukungan suara sebanyak mungkin.
Keberhasilan memanipulasi pimpinan-pimpinan agama dan tokoh masyarakat adalah paket mudah-murah-meriah untuk mendulang dan menyelewengkan suara dari kelompok ini.Â
Sebagian satgas bertugas memperbaharui "perjanjian kerja sama saling menguntungkan" dengan para bohir lokal, nasional dan internasional yang punya kepentingan (ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan) di Indonesia. Â
Sebagian satgas lainnya lagi akan bertugas untuk mendekati dan merayu bohir-bohir baru dengan tawaran "perjanjian kerja sama yang menguntungkan dan menggiurkan." Bohir lama harus tetap di maintain. Bohir baru perlu terus ditambahkan. Ini wajib hukumnya karena para bohir tersebut adalah sumber dana yang sangat dibutuhkan untuk menutup biaya kampanye mulai dari pengadaan APK, operasional timses, pembangunan/perbaikan ini-itu, pengadaan barang ini-itu, acara ini-itu, dan yang paling penting: amplop serangan fajar untuk membeli murah suara rakyat.Â
Dengan cara kerja yang sedemikian transaksional, maka sudah bukan rahasia lagi jika partai politik di Indonesia menjadi kontributor utama tumbuh suburnya budaya korupsi dan disfungsinya lembaga dan aparatus sipil negara dari pusat sampai ke daerah. Kog bisa? Bisa, pertama karena elit parpol yang hanya mau mementingkan diri, keluarga, dan kelompoknya sendiri tahu persis bahwa dengan menguasai sumber mata air di hulu, maka mereka dapat menguasai dan mengendalikan seluruh warga di sepanjang aliran sungai sampai ke muara!Â
Bahwa dengan menguasai partai politik maka mereka dapat menguasai harkat hidup bangsa ini! Tinggal pintar-pintaran melakukan negosiasi dan berbagi kapling dengan kawanan elit parpol lain, maka sempurnalah rencana jahat mereka untuk menguasai segenap sumber daya alam dan manusia Indonesia! Fakta tingginya angka korupsi, kemiskinan, stunting, dan masih banyaknya daerah-daerah miskin dan tertinggal di usia 77 tahun Indonesia merdeka adalah potret sesungguhnya jiwa dan wajah mayoritas elit-elit parpol selama ini:Â
Pasca runtuhnya Orde Baru di era reformasi 1998 telah mengubah entitas parpol menjelma jadi pemain tunggal dan berkuasa penuh dalam setiap ajang kontestasi pemilu.Â
Selain itu, elit parpol juga berkuasa penuh atas mekanisme penunjukkan para pejabat negara mulai dari tingkat para menteri, pimpinan-pimpinan BUMN, kepala-kepala daerah dan dinas lainnya. Posisi dan hak istimewa tersebut semakin sempurna dengan tidak adanya aturan yang memberikan sanksi kepada parpol. Parpol 100% kebal hukum sehingga mereka dapat semena-mena bertindak sesuai dengan keinginan pemilik dan/atau elitnya!Â
Sehingga tidak mengherankan, ketika suatu parpol mengutus seorang maling untuk menempati jabatan tertentu, lalu maling tersebut tertangkap, terbukti, dan dinyatakan bersalah karena korupsi maka parpol tersebut masih memiliki hak penuh menggantikan posisi maling tersebut dengan maling lainnya! Atau bahkan parpol tersebut masih dapat mencalonkan maling itu lagi! Gendeng!
Gelojoh nafsu berkuasa guna menggarong uang rakyat sudah sedemikian vulgar dipertontonkan. Mereka senang dan bangga karena kader mantan koruptor mereka saat ini memiliki hak dan landasan hukum  untuk mengikuti pileg atau pilkada lagi! RUU Perampasan Aset Koruptor pun terus mereka tunda-tunda pembahasannya hingga kini sudah 13 tahun lamanya namun tidak kunjung selesai
! "Ini Dewan Perwakilan Rakyat atau Dewan Pelindung Rampok?!?" Hebatnya lagi, mahasiswa (mahasewa?) Â yang beberapa tahun belakangan ini rajin mendemo pemerintah, woles saja melihat aksi kawanan maling melindungi maling tersebut. Di mana mereka saat RUU Perampasan Aset Koruptor ditolak masuk prolegnas? Oh, kalau untuk urusan Perampasan Aset Koruptor mereka mendadak sibuk belajar dan fokus pada tugas-tugas kuliah. Luar biasa!Â
Terbitlah terang!
Sudah sedemikian dark dan tanpa harapan kah? Tentu saja tidak. Gusti mboten sare. Rakyat semakin cerdas. Calon pemilih muda yang jumlahnya diperkirakan akan mencapai 70% adalah orang-orang cerdas yang akan memilih calon pemimpin berdasarkan review dan rating! Mereka akan melihat rekam jejak kinerja, kompetensi, dan pengabdian calon wakil dan pemimpin mereka.Â
Mereka bukan sekawanan pengikut setia dan buta yang mau dibuat celaka. Mereka adalah generasi googling yang jempolnya dengan mudah akan menemukan parpol mana yang menjajakan para pelacur politiknya dan parpol mana yang mengutus para pelayan rakyat yang punya rekam jejak bekerja untuk rakyat.Â
Tentu saja semua ada pasarnya. Parpol yang menjadi rumah bordir kawanan pelacur politik akan menarik kawanan hidung belang yang ingin mengumbar nafsu nya untuk berkuasa dan memperkaya diri. Parpol yang menjadi rumah para pelayan rakyat akan menarik perhatian rakyat yang sama-sama mau mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia: mengentaskan kemiskinan di daerah mereka, mencerdaskan anak-anak mereka, menyehatkan mereka, serta menciptakan lapangan pekerjaan dan keamanan untuk seluruh lapisan masyarakat mereka.
Selain itu, pemilih muda ini adalah generasi yang hanya tertarik pada parpol yang berani memberikan "30 hari jaminan uang kembali!" Artinya, mereka akan memilih parpol yang berani memberikan garansi dan berani bertanggung jawab untuk setiap calon legislator atau eksekutif yang mereka utus menjadi calon wakil dan pemimpin rakyat. Garansi terkait dengan kualitas calon legislator/eksekutif yang mereka usung. Tanggung jawab terkait dengan keberanian parpol memberikan sanksi yang keras, tegas, dan bahkan sanksi hukum untuk setiap kader  yang menyalahgunakan kepercayaan parpol untuk mencuri atau merampok hak-hak rakyat.Â
Sebagai pemilih cerdas dan waras, mereka otomatis akan tertarik pada parpol yang berani mengusulkan dan berjuang untuk pengesahan RUU Sanksi untuk Parpol di mana terdapat Bab yang mengatur sanksi bagi parpol yang kadernya terbukti sah secara hukum telah melakukan korupsi, yaitu (1) memberi  sanksi untuk parpol jika kader yang diutus menjadi pejabat terbukti menjadi koruptor maka parpol tersebut harus  menyerahkan sisa jabatan kepada kader dari parpol runner up danÂ
(2) sanksi skorsing mengikuti pemilu pada 1 periode selanjutnya (yaitu 1 periode setelah berakhirnya masa jabatan) sebagai hukuman karena telah mengutus seorang koruptor/kriminal untuk menjadi wakil atau pemimpin rakyat. Sanksi ini secara otomatis akan memaksa parpol agar tidak sembarangan menetapkan calon legislator atau eksekutif mereka.
 Dan untuk calon legislator dan eksekutif dari parpol tersebut, mereka harus sungguh-sungguh menjaga marwah dan kepercayaan parpol yang mendukungnya karena jika mereka sampai terbukti melakukan korupsi atau tindakan pidana lainnya, mereka akan membuat parpol di daerahnya kehilangan hak untuk mengikuti pemilu di periode berikutnya.Â
Dukung parpol yang bersih, transparan, dan profesional!
Akhir kata, mari kita saksikan parpol mana yang berani menyambut tantangan sekaligus kesempatan ini. Parpol yang penuh kotoran, tertutup, dan sarat KKN pasti akan kejang-kejang dan meradang menanggapi usulan adanya RUU Sanksi untuk Parpol tersebut karena itu sangat membahayakan dan merugikan kepentingan elit-elit mereka.
Sebaliknya, parpol yang bersih, transparan, dan profesional, akan menyambut baik sanksi tersebut karena itu akan menjadi sarana sederhana namun efektif untuk menjaga marwah parpol sebagai agen yang mengupayakan terpenuhinya kebutuhan dan kepentingan segenap rakyat Indonesia, yaitu terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.Â
Mari kita saksikan bersama apakah di 2023-2024 nanti: apakah akan ada parpol peserta pemilu yang berani mendeklarasikan dirinya sebagai parpol yang berani memberi garansi "30 hari uang kembali" (baca: tegas dan percaya diri siap menerima sanksi untuk parpol tersebut di atas) demi mewujudkan kepentingan rakyat.Â
Atau semua parpol tiba-tiba kompak bersatu padu menjadi kumpulan besar parpol-parpol jongos yang hanya memperjuangkan kepentingan elit parpolnya?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI