"Tidaklah seorang mukmin tertimpa musibah, rasa sakit, kesedihan, atau kelelahan, hingga duri yang menusuknya, kecuali Allah menghapuskan dosa-dosanya karenanya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menegaskan bahwa ujian memiliki fungsi spiritual, yaitu menghapus dosa-dosa yang telah lalu. Ibnul Qayyim Al-Jauziyah menambahkan bahwa ujian adalah cara Allah membersihkan hati seorang mukmin dari noda-noda dosa, sehingga ia kembali kepada-Nya dengan jiwa yang suci.
Selain itu, ujian juga menjadi sarana untuk meningkatkan derajat seseorang di akhirat. Seorang mukmin yang bersabar dalam menghadapi ujian akan mendapatkan pahala yang besar, sebagaimana firman Allah:
"Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas." (QS. Az-Zumar: 10)
Ujian Mengajarkan Ketergantungan kepada Allah
Dalam Surat Al-Insyirah, Allah berfirman:
"Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap." (QS. Al-Insyirah: 8)
Ayat ini menegaskan pentingnya tawakal dalam menghadapi ujian. Seorang mukmin harus memahami bahwa hanya Allah yang mampu memberikan solusi terbaik bagi setiap permasalahan. Tawakal tidak berarti pasif, melainkan aktif berusaha sambil menyerahkan hasilnya kepada Allah.
Imam Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa tawakal adalah inti dari keimanan. Dalam bukunya Madarij as-Salikin, beliau menyebutkan bahwa tawakal adalah bentuk penyerahan diri yang ikhlas kepada Allah setelah menjalani ikhtiar dengan sungguh-sungguh.
Optimisme di Balik Ujian
Allah berfirman:
"Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan." (QS. Al-Insyirah: 5-6)
Para ulama menafsirkan bahwa ayat ini memberikan harapan kepada setiap mukmin bahwa ujian tidak akan berlangsung selamanya. Ibn Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa Allah mengulang ayat ini untuk menegaskan bahwa setiap kesulitan pasti diiringi dengan kemudahan yang lebih besar.