Mohon tunggu...
Max Webe
Max Webe Mohon Tunggu... Penulis - yesterday afternoon writer, working for my country, a reader, any views of my kompasiana are personal

"There is so much weariness and disappointment in travel that people have to open up – in railway trains, over a fire, on the decks of steamers, and in the palm courts of hotels on a rainy day. They have to pass the time somehow, and they can pass it only with themselves. Like the characters in Chekhov they have no reserves – you learn the most intimate secrets. You get an impression of a world peopled by eccentrics, of odd professions, almost incredible stupidities, and, to balance them, amazing endurances." — Graham Greene, The Lawless Roads (1939)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kasus Pemerkosaan Mahasiswi ULM, Jangan Biarkan Perempuan Berjuang Sendiri

28 Januari 2022   23:50 Diperbarui: 29 Januari 2022   08:07 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baca: Darurat Kekerasan Seksual di Kampus, di Mana Anda Tanya Korban

VDPS menceritakan secara detil awal mula hingga ia diperkosa oleh pelaku. Menurut VDPS, perkenalan dirinya dengan pelaku bermula saat dia melaksanakan magang di Satres Narkoba Polresta Banjarmasin pada 4 Juli sampai dengan 14 Agustus 2021. Usai melaksanakan magang, pelaku ternyata sering menghubungi korban dan mengajaknya jalan-jalan. "Kenapa aku mau diajak kenalan karena posisinya waktu itu aku segan dengan beliau. Apalagi aku anak magang," ujar VDPS seperti yang ditulisnya di media sosialnya.

Walaupun sering diajak jalan oleh pelaku, korban selalu menolak dengan mengeluarkan berbagai alasan. Namun pada kesempatan lain, pada 18 Agustus 2021, korban akhirnya mau diajak jalan oleh pelaku menggunakan sebuah mobil. Pelaku rupanya sudah merencanakan akan memperkosa korban setelah minuman energi yang dibelinya disebuah supermarket yang telah dicampur dengan anggur merah yang telah dibuka. Korban awalnya curiga tetapi terpaksa meminum minuman itu hingga akhirnya tak berapa lama korban lemas dan berdaya. VDPS mengingat, ketika dirinya lemas, pelaku ternyata membawanya ke sebuah hotel. Tim Advokasi Keadilan menemukan fakta bahwa pelaku mengangkutnya ke sebuah  hotel di KM 6 Banjarmasin. Karena lemas, pelaku membawa korban ke kamar menggunakan kursi roda.

Akhirnya korban diperkosa sebanyak dua kali. "Aku dimasukkan ke dalam kamar hotel, pada semalaman itu dia telah menyetubuhi aku sebanyak dua kali dalam kondisiku yang tak berdaya," tulis dia lagi. 

Seiring berjalannya waktu, proses hukum terhadap pelaku akhirnya berjalan setelah korban melayangkan laporan. Sampai pada akhirnya, vonis pengadilan hanya menjatuhkan hukuman 2 tahun 6 bulan penjara terhadap pelaku.

Hukuman yang dinilai sangat ringan itu membuat VDPS kecewa dan meminta keadilan. "Aku korban pemerkosaan oleh oknum aparat, tapi terdakwa hanya dihukum 2 tahun 6 bulan. Di manakah letak keadilan. Pelaku telah menghancurkan fisikku dan psikisku seumur hidup," kesal VDPS. Mengetahui vonis pengadilan sangat ringan, pihak kampus langsung bereaksi dengan mendatangi Kantor Kejaksaan Tinggi Kalsel dan membawa Tim Advokasi VDPS. Kedatangan mereka untuk mempertanyakan kenapa jaksa tidak menuntut hukuman yang berat terhadap terdakwa.


VDPS mengalami trauma berat dan dalam pendampingan psikolog guna memulihkan kejiwaannya. Tim Advokasi Keadilan menemukan kejanggalan perkara, antara lain: 

Pertama, kasus berlangsung sejak Agustus 2021, tapi tidak satu pun ada pemberitahuan dari pihak berwenang kepada pihak universitas maupun fakultas sebagai penyelenggara program magang, lantaran pelaku dan korban berada dalam tempat kerja yang sama. 

Kedua, tidak ada pendampingan hukum terhadap korban, tapi hanya pendampingan secara psikologis oleh dinas terkait. Hal ini mengakibatkan proses hukum tidak dikawal optimal. 

Ketiga, persidangan berlangsung sangat cepat, yakni sidang pertama pada 30 November 2021 dan sidang vonis pada 11 Januari 2022. Artinya persidangan dilakukan dalam waktu 31 hari kerja atau 43 hari kalender. 

Keempat, dalam tuntutannya, jaksa mencantumkan Pasal 286 KUHP, sementara tim advokasi berpendapat seharusnya jaksa mencantumkan Pasal 285 KUHP tentang Perkosaan dengan ancaman hukuman yang lebih berat. Penyidik dan jaksa tidak menggunakan ketentuan Pasal 89 KUHP yang merupakan perluasan makna 'kekerasan' dalam Pasal 285 KUHP. 

Kelima, pada saat pembacaan putusan tanpa dihadiri oleh korban, jaksa langsung menyatakan menerima dan menolak saat tim advokasi meminta upaya banding yang akan berakhir 25 Januari. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun