Aktivisme pemuda selalu menemukan lahan subur di Amerika Serikat, dan di sini kita dapat menemukan gerakan progresif Amerika, Alexandria Ocasio-Cortez, seorang anggota kongres berusia 32 tahun dari New York yang sangat populer sehingga Netflix membuat sebuah film dokumenter untuk mencatat perjalanannya ke koridor politik di Washington DC.
Sama seperti sesama aktivis milenial di Hong Kong, Ocasio-Cortez hadir dengan semangat ideologi tertentu, yang bertujuan untuk membongkar cara lama dalam melakukan sesuatu.Â
Seorang sosialis demokrat, dia berkampanye untuk memberikan perawatan kesehatan, menaikkan upah minimum, menghapuskan agen perlindungan perbatasan Amerika dan baru-baru ini memperkenalkan Green New Deal yang akan menyapih Amerika dari ketergantungannya pada bahan bakar fosil dan menciptakan lapangan kerja hijau.
Ideologi agung seperti itu hanya bisa datang dari seseorang yang telah mengalami langsung kondisi kehidupan yang keras yang disebabkan oleh ketidaksetaraan dalam sistem ekonomi Amerika.Â
Tumbuh dalam keluarga kelas pekerja di Bronx, kemudian menjadi pelayan dan bartender saat kuliah, Ocasio-Cortez tentu tahu apa yang dia bicarakan ketika dia mengusulkan untuk memberlakukan perubahan pada sistem.
Kurang dari tiga yang lalu, saya berpikir bahwa milenial di Indonesia juga telah menangkap gerakan aktivisme. Â Pada bulan September 2019, mahasiswa dengan berani melakukan protes besar-besaran yang bertujuan untuk menghentikan Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintahan Presiden Joko "Jokowi" Widodo dari mengesahkan undang-undang dan peraturan yang akan memutar waktu kembali ke era Orde Baru, dengan RUU yang akan mengkriminalisasi seks di luar nikah, serta amandemen yang dibuat untuk undang-undang antikorupsi, RUU pertambangan mineral dan RUU tenaga kerja.
Seruan untuk para mahasiswa ini adalah bahwa peraturan yang direncanakan, jika disahkan, akan memudahkan oligarki negara untuk menarik tuas kekuasaan.Â
Namun tak lama kemudian, protes mereda, dan tidak hanya beberapa peraturan bermasalah yang disahkan, ketakutan akan penguasa oligarki sebagian besar terwujud, dilihat dari komposisi Kabinet Presiden Jokowi.
Setelah para aktivis milenial ini mundur, kita harus menghadapi kebangkitan generasi milenial yang berbeda. Â Ketika negara itu terhuyung-huyung menuju pemilihan regional nasional pada bulan Desember 2020, para milenial ini mulai merangkak keluar dari kayu, memamerkan nama keluarga mereka di poster kampanye dan iklan televisi, memperkenalkan diri kepada massa dan meminta pemilih untuk memilih mereka dalam kotak suara.
Di antara milenial paling terkenal, Gibran Rakabuming Raka, putra tertua Presiden Jokowi saat ini menjabat walikota Surakarta di Jawa Tengah. Di Medan, Sumatera Utara, anggota keluarga Presiden lainnya, menantu Bobby Nasution, saat ini menjabat ebagai walikota.Â
Keponakan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Saraswati Djojohadikusumo, saat itu mencalonkan diri sebagai wakil walikota Tangerang Selatan, Banten, salah satu daerah pinggiran terkaya di Jabodetabek. Saraswati berhadapan dengan putri Wakil Presiden Mar'uf Amin, Siti Nur Azizah, yang dicalonkan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS).