Mohon tunggu...
Yogi Setiawan
Yogi Setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Aku adalah

Pemuda yang penuh semangat, senang berbagi dan pantang menyerah. Mulai menulis karena sadar akan ingatan yang terbatas. Terus menulis karena sadar saya bukan anak raja, peterpan ataupun dewa 19.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Novelius (9): Ketiduran

28 April 2016   08:24 Diperbarui: 28 April 2016   08:33 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketiduran (twicsy.com)

Cerita sebelumnya:

Tom akhirnya menemukan orang yang akan membantu dia untuk menulis novel. Seorang bidadari yang juga pustakawan dimana tempat Tom sering bekunjung ke perpustakaan.

7 April 2016

Dari jendela kamar, gue melihat matahari pagi ini tersenyum pada gue. Apa karena hari ini gue akan bertemu si bidadari? Apapun itu, terima kasih matahari karena hari ini mendukung apa yang gue lakukan. Tetaplah cerah dan tersenyum ya.

“Apalagi yang kurang ya?” 

“Tom mau kemana hari ini?”

“Mau ke perpus bu.”

“Ke perpus mulu. Bagaimana skripsinya?”

Dari beribu-ribu pertanyaan nyokap. Inilah salah satu pertanyaan yang sulit gue jawab. Mungkin kalau ini pertanyaan kuis Famil Seratus inilah pertanyaan yang dapat poin tertinggi.

“Sebentar lagi bu.”

“Maksudnya sebentar lagi?”

“Sebentar lagi selesai. Doain ya bu.”

Gue pun langsung mendekat. Ambil tangan nyokap, cium tangannya dan langsung kabur.

Sepanjang perjalanan menuju perpustakaan gue merenung. Bagimana kabar skripsi gue ya?

-----------------

@Perpustakaan

“Bidadarinya ada bu?”

Aduh gue salah ngomong lagi.

“Maksudnya bidadari?”

 Aduh gue lupa namanya lagi.

 "Maksud saya pustakawan perempuan yang paling muda, cantik, siapa ya namanya bu?”

"Oo, Risya maksudmu."

"Iya itu maksud saya."

“Ada di lantai dua, dia sedang bekerja. Ada urusan apa kamu dengan dia?”

“Ada yang mesti diurus bu. Makasih ya bu”

Dari pada ditanya macam-macam. Gue langsung taruh tas di loker dan menuju ke lantai atas. Entah kenapa, langkah ini lebih bersemangat dari biasanya.

Dimana kau bidadari? Pangeran sudah datang. Dimana kau bidadari?

Baru saja bidadari itu gue panggil-panggil. Dia sudah muncul dihadapan gue. Datang dengan menggunakan gaun putih yang indah. Berputar-putar. Ah sangat indahnya. Mahkotanya yang dihiasi mutiara menambah keanggunan bidadari. Entah kenapa hari ini dia terlihat sangat cantik. Atau memang setiap hari dia terlihat seperti ini.

“Wahai bidadari lihat apa yang pangeran bawa.”

“Kamu bawa apa pangeran?”

Kuambil kotak merah dari kantong pakaian kebesaran.

“Aku bawa cincin giok yang kuambil dari Sungai Krukut.”

“Wah indah sekali.”

“Ini aku gosok seribu kali, hingga menjadi seperti ini.”

“Wah kau hebat sekali pangeran.”

“Aku pakaikan di jari manismu ya?”

“Silahkan Pangeran.”

Aku pun memasangkannya di tangan sangat bidadari. Pas, dan sangat indah.

"Terima kasih pangeran. Indah sekali."

“Bidadari.”

“Iya pangeran.”

“Bidadari.”

“Iya.. pangeran.”

“Bidadari..”

 “Iya.. apa....”

“Maukah kau?”

“Mau apa pangeran? ”

“Maukah kau...”

Hussh. Hapus hayalan.

“Kamu sudah datang?” bidadari itu datang dari hadapan gue, tidak memakai gaun putih. Hanya baju batik dan rok panjang.

“I..i...i...ya.”

“Pagi sekali. Kita kan janjiannya sore”

“Iya, sa..ya.. mau baca buku dulu.”

 “Oh begitu.Ok, aku tinggal kerja dulu ya.”

“iya.”

Karena memang janjiannya sore. Dari pagi sampai sore gue habiskan waktu dengan mengambil beberapa buku. Buku buku, baca, bosen, tutup buku. Buka buku, baca, bosen, tutup buku. Begitu terulang. Hingga akhirnya gue kehilangan kesadaran.

“Mas bangun mas.”

“Perpustakaannya sudah mau tutup.”

“Hah, mau tutup! Memangnya sekarang jam berapa pak?”

“Jam 8 malam.”

“Lalu bidadari itu. Eh maksudnya, Risya.”

“Oh dia tadi menitipkan ini kepada mas.” Bapak itu memberikan gue selembar kertas yang dibungkus amplop kecil.

Tom hari ini kita tunda dulu saja ya membuat novelnya. Kamu kelihatannya sedang capek sekali. Aku gak enak mau bangunin kamu. Besok kamu datangnya sore saja. Tak usah dari pagi. Tapi kamu lucu banget ya kalau lagi tidur. Coba kamu lihat whatsapp. Aku kirimin foto kamu lagi tidur.

Gue pun buka whatsapp dan argh.. sial. Kok gue jijik ya lihat diri gue sendiri saat tidur. 

Alhasil pertemuan hari ini gagal dan harus pulang dengan oleh-oleh: malu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun