“Bukan goa dalam bentuk batu seperti umumnya, namun goa ini dalam bentuk semak berduri.”
“Apakah kita bisa masuk ke dalamnya?”
“Bisa namun tak mudah. Ada cerita dalam goa ini namun tak semua orang percaya. Goa ini adalah tempat dimana penguasa pulau ini tinggal.”
“Pak Camat atau pak Bupati kah?”
“Bukan seperti itu mas, ini bentuknya beda.”
“Gaibkah?”
“Bisa jadi begitu.”
Vira
Vira bersender di dinding semak berduri. Dinding itu telah menjadi biasa bagi tubuhnya. Duri dan daun menyatu menjadi pembatas yang tak mudah dilalui orang-orang.
“Hei kau makhluk hitam. Mengapa kasihan sekali malang kau di pulau ini. Kau bisa saja makan dagingku, kemudian memperpanjang umurmu. Sudah berapa lama kau hidup di pulau ini? Sepuluh tahunkah, seratus tahunkah, atau mungkin seribu tahun? Siapa orang tuamu? Apakah kau penghuni asli pulau ini? Apa kau mempunyai anak? Kemana anakmu? Kau ini sebenarnya laki-laki atau perempuan? Atau kau diantara keduanya? Mengapa kau pasang tampang seperti itu? Tak pula kau bicara menangapi pertanyan-pertanyaanku? Apakah kau bisu?.” Makhluk hitam itu tetap tenang saja di berondong pertanyaan oleh vira.