[caption caption="sebuah rahasia | dokpri"][/caption]
Kelana
Vira dimana kau? Tiga malam berturut-turut ku mencari bersama dengan polisi hutan, namun tak ada tanda-tanda. Apakah kau telah pergi dari pulau ini? Atau mati dimakan hewan buas?
“Mas Kelana, sudah istirahatlah dulu, besok pagi kita kembali mencarinya?” nasehat salah satu polisi hutan.
“Saya tak bisa tidur pak. Jiwa saya tak tenang. Saya khawatir vira kenapa-kenapa. Kita sudah mengelilingi pulau ini namun dia belum juga ketemu”
“Sebenarnya belum semua kita kelilingi. Masih ada sebuah tempat rahasia yang tak banyak orang berani mengunjunginya.”
“Tempat apa itu pak?”
“Goa Semak.”
“Di pulau ini ada goa?”
“Bukan goa dalam bentuk batu seperti umumnya, namun goa ini dalam bentuk semak berduri.”
“Apakah kita bisa masuk ke dalamnya?”
“Bisa namun tak mudah. Ada cerita dalam goa ini namun tak semua orang percaya. Goa ini adalah tempat dimana penguasa pulau ini tinggal.”
“Pak Camat atau pak Bupati kah?”
“Bukan seperti itu mas, ini bentuknya beda.”
“Gaibkah?”
“Bisa jadi begitu.”
Vira
Vira bersender di dinding semak berduri. Dinding itu telah menjadi biasa bagi tubuhnya. Duri dan daun menyatu menjadi pembatas yang tak mudah dilalui orang-orang.
“Hei kau makhluk hitam. Mengapa kasihan sekali malang kau di pulau ini. Kau bisa saja makan dagingku, kemudian memperpanjang umurmu. Sudah berapa lama kau hidup di pulau ini? Sepuluh tahunkah, seratus tahunkah, atau mungkin seribu tahun? Siapa orang tuamu? Apakah kau penghuni asli pulau ini? Apa kau mempunyai anak? Kemana anakmu? Kau ini sebenarnya laki-laki atau perempuan? Atau kau diantara keduanya? Mengapa kau pasang tampang seperti itu? Tak pula kau bicara menangapi pertanyan-pertanyaanku? Apakah kau bisu?.” Makhluk hitam itu tetap tenang saja di berondong pertanyaan oleh vira.
“Oke kalau begitu, kalau kau tak bicara juga, aku akan keluar dari tempat pengap ini.”
Makhluk hitam itu mengeluarkan suaranya. Namun vira tetap saja tak mengerti apa yang dibicarakannya. Dia hanya mencoba menebak dari tatapan matanya yang berubah menjadi hijau kebiruan.
“Kau ingin aku merahasiakan kebaradaanmu?”
Makhluk hitam itu mengangguk.
“Ok kalau maumu begitu. Besok pagi aku akan kembali ke penginapan. Mungkin saja temanku khawatir mencari keberadaanku.”
Makhluk hitam itu menatap Vira dengan mata yang berubah kembali menjadi hitam.
---
Bulan terbenam, matahari menampakkan dirinya.
“Ah sudah pagi ternyata. Aku harus kembali ke penginapan. Wahai makhluk hitam, aku pergi dulu. Nanti aku akan kembali kesini.”
Makhluk hitam ini masih pulas tertidur.
Kelana
Di ruang tamu penginapan, tiga polisi hutan sudah berkumpul dengan sepiring singkong rebus dan tiga gelas kopi hitam.
“Mas, kau mau kemana?”
“Ayo pak kita cari Vira, sekarang.”
“Ini masih terlalu pagi, kita isi perut saja dulu. Cobalah singkong rebus, kau tidak makan semalam kan?”
Perutku berbunyi, aku baru sadar bahwa aku kelaparan. Tak pakai pikir panjang, aku pun menyeduh teh dan menikmati singkong rebus. Makanan sederhana ini cukup bersahabat dengan perutku. Belum selesai ku menghabiskan..
“Hei Mas, siapa disana?”
Aku melihat ke luar pintu. Sosok perempuan dengan baju compang-camping berjalan mendekati penginapan. Aku penasaran untuk melhat lebih dekat.
“Vira? Itukah kau?”
“Vira!!!”
Perempuan itu tersenyum.
“Vira, kemana saja kau?”
“Apakah kau khawatir?”
“Tentu saja aku khawatir. Aku dan polisi hutan mencarimu kemana-mana. Dari mana saja kau?”
“aku tak tahu.”
“Maksudmu?”
“Aku tak sadar kemana saja selama ini aku pergi.”
“Kau bohongkah kepadaku?”
“Aku tak bohong.”
Vira
Maafkan aku kelana. Bukannya aku tak mau mengatakan semua ini kepadamu. Suatu saat kau akan kuberitahu. Tetapi bukan hari ini. Aku harus merahasiakan dahulu apa yang kulakukan hingga datang waktu yang tepat untuk menjelaskan semuanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H