Namun, justru inilah yang menjadikan pengusaha tambang seperti Karlan dan Ahmad Ali serta yang lainnya bisa mempunyai dokumen perizinan yang palsu. Karena sistem penyaringan MODI dari Kementerian ESDM masih bolong-bolong dan pihak kementerian tidak pernah mengecek setiap pertambangan nikel di Sulawesi Tengah sebelum dimasukkan ke MODI.Â
Dengan adanya kekisruhan ini, tentunya yang paling dirugikan selain masyarakat adalah pihak-pihak yang sudah taat melakukan kegiatan pertambangan hingga program hilirisasi nikel, karena memiliki visi seirama, untuk mewujudkan cita-cita Indonesia menjadi global supply chain untuk produk mineral nikel.
Akhir kata, lempar batu sembunyi tangan adalah istilah yang tepat untuk menggambarkan kekacauan ini. Entah siapa yang memulai, namun jika budaya suap menyuap hingga pemalsuan dokumen perusahaan tambang yang termasuk ilegal terus dipelihara, pengolahan potensi sumber daya nikel di Indonesia bisa terhambat dan tak bisa memberikan manfaat bagi hajat hidup orang banyak. Ya, hanya kalangan tertentu saja yang menikmatinya.
Artikel Referensi:Â 5 Perusahaan Tambang Diduga Palsukan Surat Bupati Morowali untuk Peroleh Izin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H