Di Sulawesi Tengah, diketahui Karlan bersama Ahmad Ali mempunyai konsesi lahan nikel terbanyak. Meski perusahaan Ahmad Ali yang baru terdapat di MODI tak sebanyak punya Karlan. PT Graha Mining Utama milik Mat Ali memiliki lahan seluas 624,53 hektare.
Seperti Karlan, Ahmad Ali juga memiliki dokumen persetujuan pencadangan wilayah tambang nikel untuk perusahaan PT Graha Mining Utama yang terbit pada 31 Juli 2008. Kala itu, Dinas Pertambangan dan Energi sudah berubah nama menjadi Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral.
Mat Ali pun menyatakan bahwa untuk mengetahui dokumen perusahaan tambang miliknya palsu atau tidak, harus melakukan verifikasi kepada pemerintah Kabupaten Morowali. Masalahnya, Pemkab Morowali tidak dapat melakukan kroscek, karena buku perizinan tambang milik Mat Ali termasuk salah satu barang bukti yang disita kala dirinya tersandung masalah korupsi perizinan tambang nikel di Sulawesi pada 2012 lalu.
Namun, untuk masuknya suatu perusahaan ke daftar MODI juga diperlukan pengesahan izin pertambangan nikel dari beberapa lembaga terkait yaitu kejaksaan tinggi, pengadilan usaha tata negara, dan ombudsman. Diketahui hingga Januari 2022, kejaksaan tinggi Sulawesi Tengah telah menerbitkan 80 pendapat hukum untuk 80 perusahaan dan 12 diantaranya sukses masuk MODI.
Suap Agar Masuk MODI
Bak "bola pingpong" yang dilemparkan satu sisi ke sisi lainnya, polemik pertambangan nikel ini disinyalir memiliki aktivitas suap-menyuap hingga ke pengurusan opini hukum oleh Kejaksaan Tinggi Sulteng yang dapat mempermulus jalan masuk ke MODI. Beberapa pengusaha bercerita bahwa mereka perlu merogoh kocek senilai Rp5,5 miliar agar bisa masuk ke MODI lewat jalur pendapat hukum.
Uang panas tersebut biasa disebar ke berbagai pihak, dari mulai DESDM Sulteng, Kejaksaan, hingga pejabat di kementerian ESDM. Bahkan, uang suap untuk Bupati juga disiapkan terpisah sebagai imbalan atas kelancaran pembuatan surat pengantar dokumen pelengkap persyaratan permohonan opini hukum.Â
Aksi suap-menyuap ini diakui oleh Bupati Morowali periode 2008-2017, Anwar Hafid yang mengakui telah ada dan berkembang pada masa jabatannya.
Memang, uang suap senilai Rp5,5 miliar mungkin tak seberapa dibanding penghasilan para penambang nikel dalam waktu 1 pekan yaitu kira-kira Rp1 miliar, bahkan bisa lebih. Tak hanya soal mahar yang terbilang murah. Dengan suap, segala urusan juga menjadi lebih cepat.
Tanggapan Ditjen Minerba ESDM
Menanggapi kekacauan pada perizinan penambang nikel di Sulteng ini, Sekretaris Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Sugeng Mujiyanto menyatakan kementerian tak punya kewenangan menilai keabsahan dokumen izin perusahaan nikel dari pemerintah daerah. Kementerian ESDM berdalih bahwa mereka hanya mengecek tumpang-tindih izinnya.