Mohon tunggu...
Wawan Ridwan AS
Wawan Ridwan AS Mohon Tunggu... Guru - Guru dari Cikancung

Konsep, Sikap, Action menuju Good Respect.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Toleransi dan Pluralisme : Perbedaan adalah Rahmat dari Tuhan

29 Januari 2025   21:55 Diperbarui: 29 Januari 2025   22:02 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kerukunan antar umat beragama (Wawan Ridwan AS/AI)

Toleransi dan pluralisme adalah dua konsep yang sangat penting dalam membangun masyarakat yang harmonis dan damai. Perbedaan adalah suatu keniscayaan yang tidak dapat dihindari, namun perbedaan tersebut haruslah dijadikan sebagai rahmat dan kekuatan, bukan sebagai sumber konflik dan perpecahan. Toleransi dan pluralisme menjadi kunci untuk memahami, menghargai, dan menghormati perbedaan yang ada, sehingga kita dapat hidup berdampingan dengan harmonis dan saling menghormati.

Tidak dapat disangkal bahwa semua orang berbeda. Tidak ada dua orang yang benar-benar sama secara fisik dan mental, tidak peduli seberapa dekat hubungan kekerabatan mereka secara biologis. Selain perbedaan ras dan etnis, banyak juga perbedaan dalam perolehan pengetahuan, termasuk cara berpikir, mendekati pengetahuan, menentukan prioritas, dan mengevaluasinya, yang kesemuanya bersumber dari lingkungan budaya.

Agama menempati ruang antara perbedaan bawaan dan perbedaan yang didapat. Dengan kata lain, agama dapat diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya, atau dapat berkembang dari suatu sistem kepercayaan melalui keyakinan individu.

Fakta bahwa sebagian besar kepercayaan agama diwariskan secara kolektif, bukan dikembangkan secara individu, memerlukan pengakuan bahwa keberagaman agama penting bagi kesejahteraan manusia. Negara bangsa, bahkan entitas geografis yang paling harmonis sekalipun, beragam dalam hal ras, etnis, agama, dan ide-ide ideologis dan politik yang mereka lahirkan, sehingga mencerminkan perbedaan alami dalam pemikiran dan penilaian. 

Ketika dunia menjadi lebih saling terhubung melalui kemajuan luar biasa dalam teknologi transportasi dan komunikasi, keberagaman global harus dianut secara intelektual dan moral, dan dilindungi oleh hukum, oleh semua kelompok di seluruh dunia telah menjadi kenyataan yang harus diakui.

Pluralisme dan Toleransi

Pluralisme merupakan bentuk kelembagaan di mana keberagaman diterima dalam masyarakat tertentu atau dunia pada umumnya. Artinya lebih dari sekadar toleransi moral atau hidup berdampingan secara pasif.

Toleransi adalah masalah perasaan dan perilaku individu, sedangkan koeksistensi berarti menerima orang lain selama tidak ada konflik. Di sisi lain, pluralisme memerlukan langkah-langkah kelembagaan dan hukum yang melindungi dan menegaskan kesetaraan di antara semua orang, baik yang melekat maupun didapat, secara individu atau kolektif, dan menumbuhkan rasa persaudaraan.

Pluralisme memerlukan komitmen serius untuk memahami orang lain dan bekerja sama secara konstruktif demi kepentingan semua orang. Semua orang harus menikmati hak dan kesempatan yang sama serta memenuhi tanggung jawab yang sama sebagai warga global. Setiap kelompok harus mempunyai hak untuk berorganisasi dan berkembang, untuk mempertahankan identitas dan kepentingannya, dan untuk menikmati hak dan tanggung jawab yang sama di dalam negeri dan di dunia.

Pluralisme berarti bahwa kelompok minoritas dapat berpartisipasi dalam masyarakat secara penuh dan setara dengan kelompok mayoritas, dengan tetap mempertahankan identitas dan perbedaan individual mereka. Pluralisme dipertahankan oleh negara dan hukum, pertama melalui hukum domestik dan akhirnya melalui hukum internasional.

Pluralisme awalnya hanya merujuk pada perbedaan etnis dan agama. Tetapi demokrasi  pada hakikatnya didasarkan pada landasan filosofis bahwa tidak ada pemahaman yang seragam tentang kebenaran dan oleh karena itu  keyakinan, lembaga, dan komunitas yang berbeda harus muncul bersama dan diakui secara setara, yang mendamaikan perbedaan ideologis dan politik. Terlepas dari keyakinan apa pun yang dianut kelompok tertentu tentang satu kebenaran universal, hubungan haruslah konstruktif.

Menjaga Pulralisme dan Toleransi Beragama

Umat Islam, seperti halnya penganut agama lain, harus hidup berdampingan dengan kelompok non-Muslim di suatu negara. Kekhalifahan selalu terdiri dari agama dan kelompok etnis yang berbeda, namun populasi muslim suatu negara dapat berbeda satu sama lain dalam hal etnis dan keyakinan.

Di mana pun orang tinggal, mereka dapat dibatasi oleh faktor geografis dan ekonomi. Dari perspektif Islam, negara-bangsa  dapat dilihat sebagai hubungan persatuan dan solidaritas universal yang dituntut oleh Islam.

Perpecahan menjadi bangsa-bangsa dan kelompok-kelompok lain yang memiliki asal usul yang sama diakui dalam Al-Quran.Tidak ada yang salah dengan hal ini sepanjang perpecahan itu tidak menghalangi hubungan dan kerjasama antar manusia secara universal dan tidak dirusak oleh arogansi dan agresi chauvinistik. Al-Quran menyarankan bahwa Tuhan dan ajaran-ajaran-Nya harus diutamakan daripada kesetiaan kepada kelompok atau wilayah tertentu.

Pluralisme hendaknya tidak menjerumuskan manusia ke dalam perangkap indiferenisme relativisme. Rescher percaya bahwa keberagaman yang alami dan rasional tidak dapat dihindari, tetapi meskipun ada keberagaman, harus ada keselarasan interaksi yang membangun, dan perbedaan harus diakomodasi dengan bijaksana, tanpa konflik besar. Kita perlu merancang sistem sosial yang terkendali. Hal ini memerlukan konsensus atas perbedaan dan penghormatan terhadap otonomi orang lain.

Berdasarkan asumsi bahwa "hanya ada satu kebenaran," seseorang mungkin berpikir bahwa mencapai kebenaran akan secara otomatis mengarah pada kesepakatan. Namun Lesher membalikkan pertanyaan tersebut untuk menyoroti masalah dalam mengaitkan kebenaran dengan konsensus.

Dasar empiris pengetahuan faktual kita, karena keberagaman pengalaman di Bumi, pasti mengarah pada posisi pemikiran yang berbeda. Dalam pengertian ini, Rescher menekankan, pluralisme yang dihasilkan empirisme rasional dalam hal kondisi pengalaman yang berbeda dapat dibenarkan secara rasional. Kurangnya konsensus dan pluralisme yang tak terelakkan adalah realitas dunia rasional.

Namun, pluralisme kognitif yang diperlukan seperti itu tidak boleh dipahami sebagai sesuatu yang mendorong ketidakpedulian dan tidak membahayakan iman semua orang beriman. Karena pluralisme relativistik dari berbagai alternatif yang memungkinkan dapat dipadukan dengan sikap monistik terhadap rasionalitas ideal dan keyakinan yang kuat dan terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam pandangan pribadi. Pendekatan yang masuk akal.

Perbedaan adalah Rahmat dari Tuhan

Pesan ilahi dari "Tuhan semesta alam" bisa sangat berharga dalam menuntun para pengikutnya menuju pluralisme universal. Akan tetapi, beberapa bagian yang sama dalam kitab suci terkadang tampak saling bertentangan karena bagian-bagian tersebut pada awalnya merupakan respons terhadap situasi yang berbeda, dan orang percaya awam mungkin tidak memahami makna penuh dari bagian-bagian tersebut. 

Daripada membedakan prinsip umum dan situasi konkret, mereka mungkin cenderung mengadopsi sikap chauvinistik dan bermusuhan karena alasan pribadi, atau bahkan kolektif. Hermeneutika harus diberi tanggung jawab untuk menafsirkan secara benar seluruh pesan Tuhan dan melindungi umat beriman agar tidak memutarbalikkan tuntunan Tuhan melalui sikap-sikap yang selektif dan berat sebelah. Sikap selektif dan berat sebelah dapat menimbulkan kesan yang salah tentang keterasingan dan berujung pada perilaku tidak etis, martabat, diskriminasi dan ketidakadilan.

Penegasan pada pendekatan terbaik terhadap perbedaan berarti bahwa orang harus mengakui perbedaan tetapi memperdebatkannya dengan cara yang cerdas. Dalam masalah sekuler, perbedaan pendapat dapat diatasi dengan mencapai mayoritas pandangan tertentu, tetapi dalam masalah agama, kebebasan beragama harus dijamin bagi semua orang. Dialog antar agama dapat bertujuan untuk mencapai pemahaman yang lebih baik tentang "pihak lain" sambil menolak pemaksaan keyakinan yang menyakitkan dan tidak dapat dibenarkan. Dialog semacam itu hendaknya dilakukan secara sistematis, etis, dan konstruktif mungkin. Kelompok mana pun tidak boleh mendasarkan argumennya pada asumsi bahwa argumen mereka sendiri mewakili seluruh kebenaran.

Perbedaan teologis antara agama-agama ini sebenarnya berasal dari fakta bahwa Tuhan tidak menghendaki manusia identik dalam segala hal. Bahkan Allah menghendaki agar manusia berlomba-lomba dalam berbagai kebaikan meskipun terdapat perbedaan namun hal tersebut justru mendatangkan rahmat dan keberkahan. Hakikat agama adalah kesatuan, tetapi ia juga melambangkan realitas di mana perbedaan harus dihormati dan dikembangkan demi kebaikan semua orang.

Referensi : Islam, Pluralisme dan Toleransi Keagaaman, Mohamed Fathi Osman, 2012.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun