Mohon tunggu...
Wawan Ridwan AS
Wawan Ridwan AS Mohon Tunggu... Guru - Guru dari Cikancung

Konsep, Sikap, Action menuju Good Respect.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kenakalan Pelajar : Langkah Solutif, Konkrit, Komprehensif dan Integratif

26 Januari 2025   21:49 Diperbarui: 26 Januari 2025   21:54 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan pada Pelajar yang Konkrit, Komprehensif dan Integratif (Kompas.com)

Tawuran dan kenakalan pelajar merupakan fenomena sosial yang kompleks dan mengkhawatirkan. Menurut Sugeng Bahagijo, ini adalah  manifestasi dari kegagalan sistem pendidikan dalam mengembangkan kemampuan sosial dan emosional siswa. Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa masalah ini seringkali dipicu oleh faktor-faktor seperti tekanan sosial, kurangnya pengawasan orang tua, dan kekurangan keterampilan mengelola konflik. Penting untuk mengatasi tawuran dan kenakalan pelajar dengan pendekatan yang komprehensif, melibatkan guru, orang tua, dan masyarakat dalam mengembangkan strategi pencegahan dan pengelolaan konflik yang efektif.

Saat ini, tawuran dan kenakalan pelajar merupakan fenomena yang sangat mengkhawatirkan dan terus meningkat. Banyak kasus yang terjadi di berbagai daerah, bahkan di lingkungan sekolah yang seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi siswa. Tawuran dan kenakalan pelajar tidak hanya menyebabkan cedera fisik, tetapi juga berdampak pada psikologis siswa, seperti stres, kecemasan, dan bahkan depresi. Selain itu, tawuran juga dapat merusak reputasi sekolah dan mempengaruhi kualitas pendidikan.

Fenomena tawuran antar pelajar tersebut memiliki kompleksitas dalam kehidupan bermasyarakat, tidak hanya berkaitan dengan pelajar sebagai generasi penerus Mengapa fenomena kenakalan pelajar masih terjadi, bagaimana tanggungjawab dan solusi yang harus diambil pemerintah, lembaga pendidikan ataupun masyarakat.

Para ahli berpendapat bahwa tawuran dan kenakalan pelajar merupakan cerminan dari masalah sosial yang lebih luas. Faktor-faktor seperti keluarga yang disfungsi, lingkungan yang kurang kondusif, pengaruh teman sebaya yang negatif, serta minimnya pendidikan karakter menjadi akar permasalahan utama

Kenakalan  Pelajar

Fenomena tawuran dan kenakalan pelajar yang merupakan bagian dari kekerasan di masyarakat dan telah berulang terjadi. Nampak fenomena ini berkelanjutan, dimana obyeknya sama namun pelakunya yang beralih dari dan ke generasi selanjutnya. Berbagai segmen masyarakat berusaha mencari penyebabnya dan berbagai pemikiran para ahli dikemukakan sebagai bentuk usaha mencari solusi penyelesaiannya, namun fenomena kekerasan model pelajar ini terus saja terjadi.

Warih Anjani mengemukakan, berdasarkan hasil penelitian tentang tawuran yang telah dilakukan pada umumnya tawuran dianggap sebagai kenakalan remaja. Beberapa penelitian lain melihat tawuran pelajar antara lain sebagai frustasi agresi, perilaku bermasalah dan deprivasi sosial. kondisi anomi dan kerenggangan ikatan sosial, gejala yuridis, gejala tingkah laku kelompok yang berbeda dengan penyimpangan tingkah laku individu, serta budaya premanisme, yaitu ketangguhan dan keberanian.

fenomena tawuran dan kenakalan pelajar merupakan bentuk kekerasan kolektif, dengan spesifikasi yang berbeda dengan kekerasan lainnya berkaitan dengan subyeknya maupun motifnya. Lingkungan sekolah dan di luar sekolah atau masyarakat ikut pula menyumbang agresivitas siswa untuk melakukan kenakalan. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Ali Mustofa Yaqub, bahwa pendidikan dapat meliputi 3 unsur yaitu: pendidikan keluarga, sekolah, dan pendidikan lingkungan.

Pada posisi masyarakat atau sosial, keadaan yang keos mempengaruhi cara pandang tentang sesuatu dan akhirnya mempengaruhi perilaku. Menurut Yusraf Amir bahwa kondisi keos dianggap berkenaan dengan ketidakberaturan, dimana ada situasi kekacauan (ekonomi, sosial, politik) yang tidak dapat diprediksikan polanya.

Siswa mengetahui tentang keadaan-keadaan di sekitar lingkungannya baik bersifat lokal, nasional maupun internasional yang keos, sehingga mempengaruhi cara pandang dan perilakunya. Melalu proses imitasi kondisi keos dan cara penyelesaiannya akan ditiru oleh siswa dan diterapkan pada saat mereka menghadapi situasi yang sama. Tidak hanya sampai disitu, tetapi karena adanya proses imitasi tersebut, siswa berusaha pula menciptakan keadaan keos untuk menunjukkan ketangguhan yang ada pada budaya premanisme.

Bentuk agresivitas yang ada pada siswa yang terlibat saling mempengaruhi. Agresivitas situasional dapat mempengaruhi bentuk agresivitas individual. situasi lingkungan yang keos dapat diimitasi oleh pelaku kenakalan. Kemudian keputusan untuk melakukan tawuran dipengaruhi pula oleh pola pikir yang tumbuh dan berkembang akibat dari fenomena yang diimitasi tersebut.

Perspektif Pendidikan

Pendidikan adalah suatu proses panjang untuk menjadikan manusia Indonesia memiliki intelektualitas tinggi, beradab dan berkarakter Indonesia. Melalui proses pendidikan terjadi pengintegrasian keilmuan dan karakter yang yang akan menghasilkan generasi yang diharapkan. Pendidikan yang diterapkan adalah pendidikan berkarakter, karena digunakan untuk membentengi moralitas pelajar agar tidak terpengaruh oleh hal-hal negatif. Namun proses pendidikan akan dipengaruhi oleh banyak hal, misalnya budaya, sosial, biaya, sumber daya manusia, dan lain- lain.

Kenakalan pelajar tidak dapat terlepas dari tanggung jawab dunia pendidikan, karena siswa yang terlibat berada pada masa pendidikan. Pendidikan tidak hanya dilakukan di lingkungan sekolah, tetapi dilakukan pula di lingkungan keluarga dan masyarakat. Sehingga pendidikan merupakan tangung jawab bersama, dimana di lingkungan sekolah merupakan tanggung jawab guru; di lingkungan keluarga merupakan tanggung jawab keluarga; dan di lingkungan masyarakat tanggung jawab masyarakat.

Fenomena kenakalan pelajar merupakan pukulan yang sangat berat, sehingga sangat memprihatinkan dunia pendidikan (kpai.go.id). Pendidikan merupakan pragmatisme yang berjiwa hedonis. Demikian pula terdapat pengelompokan pendidikan, dimana ada kelas-kelas tertentu yang penghuninya juga dari kalangan tertentu. Terdapat pencitraan dan kastanisasi pendidikan (Kompas, 29/10/2012), yang dapat mempengaruhi kondisi dan situasi proses pembelajaran bagi siswa. Siswa merasa dipilih-pilih untuk menduduki kelas tertentu.

Akibatnya terdapat penggolongan antara siswa, yang akan melahirkan gab di antara mereka, sehingga muncul preman-preman di sekolah yang terkastanisasi. Di sekolah sebaiknya diciptakan tanpa kastanisasi dan generasi yang cinta damai.

Peran guru dan pemerintah sebagi penentu kebijakan sangat signifikan. Guru sebagai implementor dari kebijakan yang diciptakan oleh eksekutif, peran guru tidak hanya sekedar transfer of knowledge, namun lebih dari itu yaitu mendidik moral bangsa. Selain melalui pendidikan berkarakter, moral bangsa dapat dibentuk melalui modul pendidikan yang berisi nilai dasar perdamaian.

Lingkungan sekitar harus mendukung proses pendidikan dengan memberikan contoh atau tauladan yang baik, sehingga dapat menciptakan suasana yang kondusif bagi proses pendidikan.

Namun sekarang ini, tauladan yang baik sangat minim, seperti maraknya korupsi di tingkat eksekutif, legislatif dan yudikatif, perilaku negatif selebritis, komunikasi terbuka dan bebas media online, kasus narkoba, kekerasan dan sebagainya, dapat mempengaruhi perilaku siswa. Peran guru disekolah, mass media, keluarga, TNI/Polri dan semua pihak sangat membantu dalam keberhasilan proses pendidikan siswa.

Upaya Solutif, Konkrit, Komprehensif dan Integratif

Sudah banyak langkah-langkah yang dilakukan kementerian pendidikan melalui berbagai kurikulum, program sekolah yang berkaitan dengan kedisiplinan, karakter dan sebagainya untuk mengedukasi siswa menjadi generasi muda yang diharapkan. Begitu juga dengan TNI/Polri sebagai institusi keaamana serta orang tua dan masyarakat. Namun sepertinya masih banyak hal yang belum terlaksana secara integratif dan komprehensif. Perlu penekanan dan penanganan secara lebih dalam lagi demi menyelamatkan generasi muda kita.

Lembaga Pendidikan

Selain pendidikan yang terintegrasi daalm mata pelajaran dan ekstrakurikuler sesuai minat bakat siswa yang biasanya diikuti hanya sebagian siswa saja yang berpredikat baik. Diperlukan pula program-program khusus sekolah dari tingkat dasar agar bisa mengakomodir siswa yang justru memerlukan perhatian dan penanganan lebih. Baik itu penanganan psikologis ataupun memfasilitasi siswa dalam program terapan yang bersifat wajib. 

Program yang dilaksanakan bisa melibatkan pihak lain seperti TNI/Polri, Dinas Sosial, ataupun lembaga lain sesuai bidang yang diperlukan,

Institusi Keamanan TNI/Polri

Sosialisasi dan edukasi yang dilakukan institusi keamanan harus dilakukan secara kontinyu, mendalam dan terpadu. Siswa pada usia remaja tidak akan cukup dan kurang menerima jika hanya mendapat asupan sosialisasi edukasi saja. Bekerja sama dengan sekolah pihak TNI/Polri bisa melakukan terobosan program yang berkaitan dengan kedisiplinan dan pembentukan karakter. Mengikuti kegiatan TNI/Polri, Pendidikan Bela Negara, memberikan pendidikan khusus, program pencegahan dan penangkalan serta program lainnya.

Orang Tua, Pemuka Agama, Masyarakat, dan Lingkungan

Orang tua dan warga masyarakat serta lingkungan tidak bisa melepaskan tanggungjawab pendidikan pada sekolah saja. Siswa berada di sekolah hanya beberapa jam saja, faktor lingkungan cukup dominan mempengaruhi pelajar. Sangat miris jika seorang guru yang sadeng mendidik anak malah dilaporkan orang tua siswa pada kepolisian. Ada sesuatu yang tidak berjalan dalam proses integrasi pembelajaran. Perlu kesepakatan bersama antara sekolah, TNI/Polri dan orang tua serta masyarakat untuk membatasi ruang gerak siswa dari perilaku negatif. 

Orang tua, pemuka agama dan lingkungan dapat membuat langkah kesepakatan dalam bentuk kegiatan keagamaan sebagai penguatan diri terhadap akhlak agama sebagai perilaku hidup.

Demikian juga media online yang saat ini tidak bisa dihindari, Pemerintah harus membuat regulasi yang bisa membatasi pelajar dari akses informasi yang berpotensi pada penyalahgunaan dan perilaku negatif siswa.

Pendidikan yang dilaksanakan dari tingkat dasar sampai menengah, tidak hanya dilaksanakan secara internalisasi konsep dan program semata, namun juga perlu langkah pembelajaran dan terobosan nyata secara praktek yang diikuti tidak hanya siswa yang memiliki minat bakat saja, namun juga harus bisa mengakomodir semua siswa yang justru berpotensi melakukan tindakan negatif.

Pendidikan dan pembinaan yang dilakukan harus konkrit komprehensif dan integratif yang disepakati semua fihak untuk membatasi ruang gerak siswa dari perilaku negatif dan memaksimalkan waktu siswa dengan berbagai kegiatan dan memiliki karakter positif yang bernilai nyata dari Pancasila demi bekal masa depannya, semoga.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun