Ayu Indrasari Saputri    (31402000197)
Dewi Narianti Suwandi  (31402000204)
Wati Anggraeni          (31402000265)
Pembimbing            : Drs. Osmad Muthaher, M.Si
FE UNISSULA SEMARANG
Setiap usaha termasuk industri pengolahan tebu menghendaki usahanya berkembang. Dalam usaha produksi, ada keterkaitan antara biaya produksi, penerimaan, dan keuntungan. Agar perusahaan tidak mengalami kerugian maka perlu adanya keseimbangan antara unsur- unsur tersebut. Hasil penjualan atau penerimaan diharapkan mampu menutup seluruh biaya operasional perusahaan, yaitu mencakup biaya tetap dan biaya variabel. Untuk itu, perusahaan perlu mengetahui tingkat produksi dan penerimaan minimum agar perusahaan tidak menderita kerugian tetapi juga belum memperoleh laba (break even point).
Pabrik Gula Mojo dalam menjalankan usahanya selalu berusaha memperoleh keuntungan pada setiap kegiatan produksinya. Permasalahan yang mempengaruhi PG Mojo untuk memperoleh keuntungan adalah terjadinya perubahan jumlah produksi, harga produk maupun biaya produksinya. Perubahan yang terjadi akan mempengaruhi penerimaan, keuntungan dan break even point yang dicapai perusahaan. Perubahan harga gula, jumlah produksi, dan biaya produksi tersebut akan mempengaruhi tingkat keuntungan dan BEP yang dicapai perusahaan. Untuk itu, perlu dilakukan analisis lebih lanjut mengenai titik impas atau Break Even Point (BEP) terhadap adanya perubahan harga, jumlah produksi, dan biaya produksi.
Menurut Simamora (2012:170) BEP atau titik impas adalah volume penjualan dimana jumlah pendapatan dan jumlah bebannya sama, tidak ada laba maupun rugi bersih.
Kesimpulannya pengertian titik impas (break even point) adalah suatu tingkat produksi usaha dimana menghasilkan total pendapatan sama dengan total yang diperoleh pengeluaran. Sehingga kata lainnya titik impas akan menunjukkan suatu titik perusahaan dimana menghasilkan laba serta biaya selama proses produksi. Hal ini bisa dikatakan ketika pendapatan dan pengeluaran memiliki nilai yang sama, maka hasil laba bersih pada perusahaan untuk periode tersebut bisa dikatakan menjadi nol.
Sebagai manajemen harus dapat menetapkan dan memantau titik impas (break even point) tersebut, sehingga dapat membantu perusahaan dan mengurangi resiko kerugian yang tidak di inginkan perusahaan.
A. Cara Menerapkan Titik Impas (Break Even Point)
- Menganalisis Biaya
Dengan cara menganalisis biaya dapat memantau semua biaya tetap, sehingga bisa dilihat apakah biaya tersebut dapat berubah atau tidak. Kemudian biaya variabel juga harus di perhatikan, apakah biaya tersebut ada yang harus dihilangkan atau tidak. Hal ini dapat menjadi pengaruh untuk meningkatkan margin dan mengurangi break even point.
- Menganalisis Margin
Untuk menganalisis margin, bisa memperhatikan secara detail mengenai margin produk. Cara ini dapat mendorong penjualan produk dengan margin tertinggi, sehingga hal ini juga membantu mengurangi break even point.
- Pemindahan Pekerjaan (Outsourcing)
Ketika kegiatan perusahaan dapat melibatkan biaya tetap, maka cobalah untuk melakukan pemindahan pekerjaan atas tenaga kerja dengan menerapkan biaya variabel per unit.
- Menetapkan Harga
Untuk menetapkan harga produk, cobalah untuk mengurangi atau menghilangkan kupon sebagai diskon atau pengurangan harga produk. Karena hal ini dapat mengakibatkan titik impas (break even point) menjadi tinggi, sehingga hal yang harus dilakukan yaitu dengan cara meningkatkan harga secara bertahap supaya bisa diterima oleh konsumen.
B. Komponen Dari Rumus Titik Impas ( (Break Even Point)
Dengan memperhitungkan seberapa besar titik impas (break even point), untuk itu dibutuhkan beberapa komponen pendukung. Berikut ini ada 3 komponen titik impas (break even point) yaitu:
- Biaya Tetap (Fixed Cost)
Untuk komponen biaya tetap atau konstan, biasanya biaya ini tidak dapat mempengaruhi kegiatan produksi secara langsung.
- Biaya Variabel (Variabel Cost)
Sebagai biaya variabel ini biasanya bersifat dinamis dan berubah, namun biaya tersebut juga biasa disebut biaya per unit tergantung pada tingkat volume produksinya. Jika produksi tersebut meningkat, maka biaya variabel akan meningkat seperti biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, biaya listrik dan sebagainya.
- Harga Jual (Selling Price)
Komponen ini termasuk pada harga jual per unit untuk barang atau jasa yang telah diproduksi dan siap dijual.
C. Rumus Titik Impas BEP
- Implementasi Break Even Point
Break Even Point (BEP) adalah suatu keadaan dimana jumlah penerimaan sama dengan jumlah biaya, yaitu saat perusahaan tidak memperoleh keuntungan namun juga tidak menderita kerugian. Berikut adalah data komposisi Break Even Point yang terdiri penerimaan total, biaya tetap, biaya variabel, BEP (rupiah), prosentase penerimaan gula, BEP gula (rupiah) dan BEP gula (kw) PG Mojo selama tahun 2004- 2008 :
Tabel 12. Data Penerimaan Total, Biaya Tetap, Biaya Variabel, Contribution Margin Ratio , BEP( Rupiah) PG Mojo
Tabel 13. Data BEP (Rupiah), Persen Penerimaan Gula, BEP Gula (Rupiah) Dan BEP Gula (Kw) PG Mojo
Break Even Point (BEP) adalah suatu keadaan dimana jumlah penerimaan sama dengan jumlah biaya, yaitu saat perusahaan tidak memperoleh keuntungan namun juga tidak mengalami kerugian. Pada analisis ini digunakan konsep contribution margin. Menurut Riyanto (2001), apabila menggunakan konsep contribution margin, BEP akan tercapai pada volume penjualan dimana contribution margin-nya tepat sama besarnya dengan biaya tetapnya. Jadi, apabila contribution margin lebih besar daripada biaya tetap, berarti penerimaan perusahaan lebih besar dari biaya total.
Pada perhitungan Break Even Point atas dasar penjualan produk dalam rupiah diketahui bahwa ketika contribution margin ratio meningkat, nilai BEP
akan semakin kecil. Selain itu semakin tinggi nilai selisih biaya variabel dengan biaya tetap, nilai BEP akan semakin meningkat.
BEP gula diperoleh dari perkalian antara total BEP dalam rupiah dengan persen penerimaan gula. BEP dalam unit dapat dihitung dengan membandingkan antara jumlah BEP gula dalam rupiah dengan harga jual produk per Kw.
Penerimaan PG Mojo tidak hanya diperoleh dari penjualan gula tetapi juga dari hasil sampingan dalam memproduksi gula. Rata-rata penerimaan gula PG Mojo tahun 2004-2008 sekitar 78% dari total penerimaan yang diperoleh perusahaan. Sedangkan sisanya penerimaan diperoleh dari penjualan produk sampingan dari hasil produksi.
Jika dibandingkan antara jumlah produksi gula dan penerimaan gula pada tahun 2004, 2006, 2007 dan 2008 tersebut denag besanya nilai BEP gula baik dalam unit maupun dalam Rupiah, dapat diketahui bahwa pada tahun tersebut PG Mojo telah mampu menutup semua biaya yang dikeluarkan dan memperoleh keuntungan. Sedangkan pada tahun 2005 PG Mojo belum mampu menutup semua biaya yang dikeluarkan atau tidak mencapai BEP. Pada tahun 2005 PG Mojo belum mencapai BEP karena pada tahun tersebut nilai penerimaan gula yaitu Rp. 18.841.342.000 lebih rendah dibandingkan niilai BEP gula dalam Rupiah yaitu Rp. 11.432.578.950,58. Kurangnya nilai penerimaan gula dari BEP gula dalam Rupiah disebabkan produksi gula pada tahun 2005 yaitu 43.805,24 Kw lebih kecil dari perhitungan BEP Kw gula tahun 2005 yaitu 49.528,91 Kw.
Rendahnya nilai produksi dan penerimaan gula pada tahun 2005 karena besarnya nilai rendemen dan produktivitas lahan berturut -- turut yaitu 5,91% dan 639 Kw/ Ha masih di bawah nilai rata -- rata yaitu 6,57% dan 648 Kw/ Ha. Hal tersebut tidak terlepas dari masalah teknis dan keadaan iklim di lapang.
Â
Saran
PG Mojo pada tahun 2005 tidak mencapai BEP disebabkan adanya penurunan produktivitas tanaman akibat penggantian varietas tanaman. Oleh karena itu sebaiknya pihak PG Mojo lebih meningkatkan pendampingannya kepada para petani tebu mitra, dengan cara menambah jumlah tenaga penyuluh. Sehingga diharapkan petani akan dapat menambah pengetahuannya tentang teknik budidaya tebu dan informasi tentang varietas-varietas tebu unggul yang telah teruji/telah dilakukan percobaan di daerah sragen. Karena setiap varietas memiliki karakteristik yang berbeda-beda, belum tentu suatu varietas mempunyai produksi tinggi di suatu daerah tertentu dapat berproduksi tinggi pula di daerah lain.
PG Mojo hendaknya senantiasa meningkatkan kualitas dan kuantitas kemitraan dengan petani tebu dengan cara meningkatkan fasilitas-fasilitas yang diberikan kepada petani mitra seperti bibit unggul, pupuk dengan harga murah, penyuluhan yang intensif serta kredit dengan bunga yang lebih rendah. Sehingga dengan demikian akan lebih banyak petani tebu yang akan bergabung. Dengan bertambahnya petani mitra, maka luas lahan atau jumlah tebu yang disetor ke PG akan semakin meningkat dan nantinya PG akan dapat meningkatkan jumlah produksi gula, sehingga keuntungan yang diperoleh juga akan meningkat.
Referensi :
https://www.harmony.co.id/blog/kapan-terjadinya-titik-impas-atau-break-even-point-dalam-bisnis
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H