Keadaan ini diperkuat dengan ideologi golongan islam dalam merespon kemiskinan sebagaimana yang dikatan oleh Dr. Mansour Faqih dalam kata pengantar buku Islam Kiri karya Eko Prasetyo. Pembagian ideologi tersebut dibagi kedalam empat paradigma yakni paradigma tradisionalis, modernis, revivalis dan transformatif.
Kategori ini bersifat ideologis dan bukan organisatoris, ini untuk mematahkan kategori lama bahwa islam di Indonesia hanya terbagi ke dalam NU-Muhamadiyah. Kaum tradisional berpandangan bahwa permasalahan kemiskinan umat pada hakikatnya adalah ketentuan dan rencana Tuhan. Memang pandangan ini lebih bersifat fatalis, sehingga terkadang masyarakat miskin NU menganggap ini sebagai normalitas.
Apalagai menghadapi era neoliberalisme ini jangan sampai santri, terutama para santri NU tergerus zaman dan hanya menjadi penonton dipinggir lapangan. Para santri harus meningkatkan kualitas diri dengan cara ikut andil dalam mengelaborasi, menjadi penghubung antara ilmu islam dan ilmu pengetahuan atau sains.
Saat ini dan kedepan masalah otoritarianisme, ketidakadilan ekonomi, kapitalisme masih menjadi tantangan. Maka dari itu santri harus mampu berdaftasi mengikuti perkembangan zaman tanpa tercerabut dari akar jati diri seorang santri. Karena santri bukan hanya sosok yang bergelut di bidang spiritual tapi juga insan patriotis yang turut serta mencatat sejarah dalam mempertahankan NKRI.
Serang, 22 Oktober 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H