Selanjutnya Aku melihat pembacaan teks Proklamasi dan pengibaran bendera Merah Putih untuk yang pertama kali nya di negara yang baru saja merdeka itu berlangsung dengan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Satu." jawabku sambil melihat ke arah Sunan Kalijaga dan Raden Ayu Setya Ninggrum di sebelahku.
"Apa yang engkau rasakan saat berada ditempat itu?" tanya Lelaki tua di depanku itu sambil turun dari atas batu pipih yang sedari tadi dia duduki.
"Di tahun 1945 Aku menyaksikan dan ikut merasakan suasana kebatinan orang-orang yang begitu antusias menyambut kemerdekaan dengan ucapan syukur serta semangat persatuan dimana-mana.
Di tahun 1945 Aku bisa melihat dan merasakan semangat kemerdekaan di negara itu dengan mempergunakan penglihatan dan pendengaran milik Sang Proklamator yang ternyata adalah diriku di masa lalu," kataku pelan.
Sesaat Aku kembali teringat pada sosok lelaki tampan berpeci hitam yang memakai jas putih keabu-abuan di dalam cermin besar yang selalu tersenyum penuh percaya diri di depanku.
"Tongkat Komando berbahan kayu ini bukan tongkat kayu biasa, seorang ulama karismatik asal Banjar yang telah mengikat tali persaudaraan dengan Soekarno, saat itu telah memasukan "Mustika Kalimosodo" ke dalam cemeti berwujud tongkat yang selalu dibawa kemana-mana oleh Sang Proklamator. Kekuatan ghaib yang berada di dalam Tongkat Komando ini berfungsi untuk mengendalikan orang-orang yang berada di sekeliling pemegang tongkat ini,"Â Sunan Kalijaga berkata sambil memperlihatkan tongkat kayu yang berada di dalam genggaman tangannya itu kepadaku.
Bagaimana mungkin tongkat kayu yang di tahun 1945 itu kulihat masih berada di dalam genggaman tangan Sang Proklamator, tiba-tiba saja saat ini telah berada di dalam genggaman tangan Lelaki tua ini?
Aku terdiam, dihadapan Lelaki tua berwajah teduh ini Aku semakin sadar, bahwa jika Tuhan berkehendak maka tidak ada yang tidak mungkin dan semua itu bisa saja terjadi di dunia ini.Â
Untuk segala sesuatu ada masanya dan untuk apapun di bawah langit ada waktunya.
Teringat ucapan Sang Waktu beberapa waktu yang lalu. Aku sadar bahwa sesungguhnya kehidupan anak manusia di dunia ini ibarat perjalanan panjang yang ujungnya entah berada dimana.
Ya Allah engkau adalah Tuhan seluruh alam. Engkau adalah Dzat pemilik bumi dan juga lautan. Di pergantian waktu, di suatu tempat yang Engkau ciptakan kematian tidak lagi mampu menyentuh kehidupan. Aku yang hina ini memohon ampunan. Ampunilah dosa-dosaku dan juga dosa-dosa para pendahuluku yang telah berjuang untuk kemerdekaan bangsa ini.