Mohon tunggu...
Warkasa1919
Warkasa1919 Mohon Tunggu... Freelancer - Pejalan

Kata orang, setiap cerita pasti ada akhirnya. Namun dalam cerita hidupku, akhir cerita adalah awal mula kehidupanku yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Aku dan Wanita Cantik di Hutan Larangan

28 Agustus 2019   19:19 Diperbarui: 29 Agustus 2019   16:51 676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagian Dua

<< Sebelumnya 

****

Meniti batang kayu besar yang telah tumbang, aku dan wanita cantik berkulit kuning langsat ini terus berjalan. 

Sambil menggenggam tangan kanan wanita cantik yang tangan kirinya tengah menjinjing sepatu kerjanya itu, tangan kananku memegang tas kerja milik wanita cantik berwajah sedikit pucat yang saat ini tengah basah kuyup karena kehujanan. Sambil bergandengan tangan, aku dan wanita cantik yang tengah menggigil kedinginan ini terus berjalan memasuki Hutan larangan.

Di bawah langit yang basah, perlahan mulai kusibak ranting dan dedaunan yang menutupi jalan masukku ke dalam Hutan larangan, menyusuri jalan setapak yang terasa begitu licin dan lembab ini, di keremangan cahaya langit yang menghitam, aku dan wanita cantik berwajah sedikit pucat ini terus berjalan meninggalkan sampan di tepian hutan.

Dengan sedikit berhati-hati, aku dan wanita cantik yang berasal dari kota besar ini menapaki jalan setapak yang sepertinya sudah begitu lama tidak pernah di lewati. Semakin jauh masuk ke dalam hutan, kondisi tanah yang begitu lembab dan basah ini semakin terasa begitu licin di kaki. Dan semakin masuk ke dalam Hutan larangan, aku dan wanita cantik ini sadar, ternyata kondisi hutan yang selama ini begitu terlarang untuk di masuki oleh sembarangan orang itu masih perawan hingga saat ini.

Saat ini suasana terasa begitu mencekam. Batang-batang kayu dari pepohon besar yang usianya mungkin sudah mencapai ratusan tahun dengan akar-akar kayu yang bergelantungan di sepanjang jalan ini terlihat sudah berlumut semua. Sepertinya di sepanjang jalan setapak di dalam kawasan hutan yang begitu lembab ini jarang sekali terkena cahaya matahari. 

Wanita cantik yang berasal dari kota besar ini mengiringi langkah kakiku sambil sesekali menatapku.

Dari keremangan cahaya di dalam hutan larangan, di bawah curahan air hujan. Setelah melewati simpang pertama jalan setapak ini, tidak jauh dari tempat aku dan wanita cantik ini berdiri, kulihat ada sebuah pondok yang terbuat dari kayu. Sedikit bergegas aku dan wanita cantik yang semakin erat menggenggam tangan kiriku ini mempercepat langkah kaki menuju ke arah pondok kayu di tengah hutan ini.

Belum seberapa jauh aku dan wanita cantik ini berjalan, tiba-tiba saja wanita yang memakai kerudung panjang berwarna hitam di padu dengan baju kemeja berwana putih ini terpeleset, lalu jatuh tertelentang di depanku. Sambil menjerit, secara sepontan dia langsung saja menarik tubuhku. Dalam kondisi tidak siap menahan beban tubuhnya, aku yang awal mulanya berusaha hendak menahan tubuhnya agar tidak sampai terjatuh itu akhirnya ikut terpeleset dan terjatuh menimpa tubuhnya.

****

Di jalanan setapak di dalam Hutan larangan. Di antara derasnya air hujan, di atas tanah yang sedikit berumput dan lembab, di sebelah batang kayu besar yang di penuhi lumut, aku dan wanita cantik berkulit kuning langsat ini jatuh berhimpitan.

Sekian lama aku dan wanita cantik ini terdiam, saling pandang antara satu dengan yang lainnya. Dalam gigil kedinginan, tubuhku dan tubuh wanita cantik ini menyatu dalam kehangatan. Aliran darahku yang awalnya terasa membeku ini seperti mencair kembali. Irama jantungku berdetak lebih kencang dari sebelumnya, dadaku yang sudah tidak berbaju ini menghimpit sepasang benda bulat dan terasa begitu kenyal milik wanita cantik di bawah himpitan tubuhku ini. Cukup lama aku dan wanita cantik ini terdiam, bibirku dan bibir wanita cantik ini hampir bersentuhan saat jatuh berhimpitan.

Dalam diam, wanita cantik yang tengah menatap kedua mataku ini seperti merasakan apa yang sedang aku rasakan saat ini. Detak jantungnya kurasaakan bergerak mengikuti irama detak jantungku saat ini. 

Sambil terus menatap kedua matanya yang saat ini juga tengah menatapku, dalam diam, kurasakan getaran birahiku mulai menjalar ke seluruh tubuhnya. Membekukan akal sehat dan juga pikirannya, hingga dalam diam, dia hanya mampu menatapku. Hembusan nafasnya seperti mengajak nafasku untuk berpacu dengan nafasnya. 

Dalam diam, tatapanku dan tatapan matanya saling berbicara antara satu dengan yang lainnya. Kedua mataku seakan mampu berbicara dengan matanya. Tanpa perlu bibir ini mengucapkannya. 

Seperti tahu apa yang ada di dalam pikiranku, wajah pucat wanita cantik yang sebelumnya menggigil kedinginan ini merah merona, sambil menggigit bibirnya dia palingkan wajahnya ketempat yang lainnya, membiarkan mataku ini semakin liar menjilati wajah cantiknya, tanpa ada keinginan untuk menyingkirkan tubuhku ini dari atas tubuhnya.


****

Suara petir yang menggelegar di antara tetesan air hujan menyadarkan aku dan wanita cantik berwajah sedikit pucat ini, bahwa sedari tadi kami hanya berdiam di atas tanah basah di dalam Hutan larangan yang begitu lembab ini.

"Yuk kita berteduh di dalam pondok itu," kataku pelan, pada wanita cantik di bawah himpitan tubuhku ini, sambil kembali mengatur jalan nafasku dan berusaha menahan gejolak birahi. Jujur saja saat ini aku begitu menginginkan kehangatan tubuhnya.

Seperti baru sadar, setelah mendengar ucapanku barusan. Wanita cantik yang mengenakan kerudung hitam di padu dengan baju putih dan rok kain panjang berwarna hitam ini langsung mendorong tubuhku dari atas tubuhnya.

****

"Aduh..,"

Tak lama setelah aku beranjak dari atas tubuhnya, terdengar suara wanita cantik berkulit kuning langsat ini seperti tengah meringis kesakitan, sambil memegangi pergelangan kaki kanannya, dia mencoba untuk berdiri dari tempatnya terjatuh tadi.

"Sepertinya kakimu terkilir," kataku pelan, setelah jongkok dan memeriksa keadaan kaki kanannya itu. "Ayo kita segera ke pondok itu, kita berteduh di situ, nanti aku urutkan kakimu yang sakit itu di situ," kataku masih jongkok di depannya sambil menunjuk ke arah pondok kayu.

"Bisa jalan?" Tanyaku sambil berdiri, kulihat wanita cantik ini diam mematung sambil menatapku yang tengah berdiri di depannya dan ke arah pondok kayu itu secara bergantian.

"Sakit," jawabnya lirih, lalu berusaha berdiri, sambil menerima uluran tanganku yang mencoba untuk membantunya berdiri.

"Oke, mari kugendong saja kalau begitu. Agar kaki kananmu itu tidak semakin bertambah sakit, karena di paksa untuk berjalan dari sini ke pondok kayu itu." Kataku pelan.


Setelah wanita cantik ini berdiri, sambil melepaskan pegangan tangannya. Aku mengambil posisi untuk menggendong tubuhnya.

"Naiklah," kataku pelan, meminta wanita cantik bertubuh sintal yang tengah kuyup kebasahan air hujan itu segera naik ke atas gendonganku.

Hujan masih belum reda, di antara hembusan angin yang bertiup kencang, aku terus berjalan, membelah kelebatan Hutan larangan sambil membawa wanita cantik berkulit kuning langsat ini dalam gendongan.

****

"Itu ada tempat penampungan air hujan, bersihan saja dirimu dengan air itu." Kataku pelan sambil menurunkan tubuh wanita cantik bertubuh sintal itu dari gendonganku.

Di sebelah kanan pondok kayu ukuran 4 x 6 yang memiliki atap dari jerami dan dedaunan, serta berdindingkan kulit kayu, kulihat ada tempat penampungan air yang terbuat dari tanah liat, jika melihat posisi tempat penampungan air itu, sepertinya memang sengaja di tempatkan untuk menampung air hujan di situ.

"Aku," kata-katanya terhenti, sambil menatap ke arah penampungan air dan ke arahku secara bergantian.

"Mandilah, bersihkan semua tanah-tanah yang menempel di bajumu dengan air itu, aku akan pergi sebentar, mau mengambil tas dan sepatumu yang masih tertinggal di tempat kita terjatuh tadi." Kataku pelan, berjalan meninggalkan wanita cantik ini di dalam pondok kayu sendirian.

Sebelum pergi meninggalkan wanita cantik berkulit kuning langsat itu sendirian, kedua mataku sempat menyapu kesekeliling pondok kayu yang sepertinya di buat oleh para pencari kayu gaharu. Di sekeliling pondok kayu ini kulihat ada banyak bekas-bekas kulit kayu gaharu.

Gaharu adalah kayu berwarna kehitaman dan mengandung resin khas yang dihasilkan oleh sejumlah spesies pohon dari marga/genus Aquilaria, terutama A. malaccensis. 

Resin ini digunakan dalam industri wangi-wangian (parfum dan setanggi) karena berbau harum. Gaharu sejak awal era modern (2000 tahun yang lalu) telah menjadi komoditi perdagangan dari Kepulauan Nusantara ke India, Persia, Jazirah Arab, serta Afrika Timur. 

Setelah memastikan bahwa di sekeliling pondok kayu ini terlihat aman, aku segera meneruskan perjalanan, menuju ke arah tempat dimana aku dan wanita cantik yang saat ini tengah berada di dalam pondok kayu itu terjatuh tadi. 

Kutinggalkan wanita cantik di dalam pondok kayu, di antara derasnya air hujan yang mengguyur kawasan Hutan larangan.

****

Sesampainya di dalam pondok kayu, wanita cantik yang tadi mengenakan kacamata berbingkai hitam ini kulihat tengah mengenakan baju. 

Melihat baju yang di kenakannya itu, sepertinya dia tadi sempat membuka semua pakaian yang melekat di tubuhnya. Terlihat dari baju putih dan rok kain panjang berwarna hitam yang baru di kenakannya, baju dan rok kain panjangnya itu terlihat seperti pakaian yang baru saja di peras setelah baru selesai di cuci.

Mataku melirik ke arah wanita cantik bertubuh sintal ini, melihat buah dada milik wanita cantik yang bajunya basah semua ini, terlihat menonjol dan  seperti hendak keluar dari balik baju putih yang di kenakannya. Dari kancing-kancing bajunya yang masih sedikit terbuka,  aku bisa melihat belahan payudara putih dan mulus milik wanita cantik itu seperti sedang mengintip ke arahku.

Sambil tersenyum geli, diam-diam aku terus memperhatikan wanita cantik yang kulihat belum sempat mengenakan kerudung hitamnya itu tengah sibuk merapikan kain rok panjang yang di kenakannya saat melihat kedatanganku ke tempat ini.

Sepertinya wanita cantik berwajah sedikit pucat itu tadi mengenakan pakaiannya secara terburu-buru sebelum kemunculanku di depan pintu pondok kayu ini. Terlihat dari baju dan rok kain panjang berwarna hitam yang di kenakannya itu masih belum sempurna menutupi aurat tubuhnya, hingga sepasang paha putih dan mulus milik wanita cantik berkulit kuning langsat ini seperti sedang memanggil-manggil kedua mataku ini agar segera melihatnya.

-Bersambung-

Bahan bacaan : 1

Catatan : Di buat oleh, Warkasa1919 dan Apriani Dinni. Baca juga Aku dan Lelaki Sampan yang di buat oleh, Apriani Dinni. Cerita ini hanya fiksi belaka, jika ada kesamaan Foto, nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun