Riau merupakan salah satu provinsi terkaya di Indonesia, yang memiliki sumber daya alam, terutama minyak bumi, gas alam, karet, kelapa sawit dan perkebunan serat.Â
Penebangan hutan yang merajalela telah mengurangi luas hutan secara signifikan, dari 78% pada 1982 menjadi hanya33% pada 2005. Dengan rata-rata 160,000 hektare hutan habis ditebang setiap tahunnya itu saat ini hanya meninggalkan 22%, atau 2,45 juta hektare pada tahun 2009.
Pembukaan kebun-kebun kelapa sawit serta Industri pulp dan kertas diduga telah menjadi salah satu penyumbang kabut asap yang sangat mengganggu di provinsi ini selama bertahun-tahun lamanya.
Berbanding terbalik dengan tema hari jadinya yang ke -- 62  tahun ini, yakni 'Riau Hijau dan Bermartabat'. Dengan tema itu harusnya, tak ada lagi perusakan terhadap hutan menyertai. Sebab unsur hijau sebagai ikon Riau adalah hutan. Alangkah tak layak mengumandangkan Hijau dan bermartabat, sementara lahan hijau terus saja diusik, dibabat, secara tidak bermartabat. Atau mungkin tema itu diusung sebagai satu upaya perjuangan melawan tangan-tangan kejam yang terus melakukan perusakan hutan? Semoga saja.
Sebagai salah satu masyarakat yang tinggal di provinsi ini. Saat melihat anak-anak sekolah diliburkan karena kabut asap, aku kembali bertanya pada diri sendiri. Sampai kapan kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) akan terus menyelimuti kota ini? Harapan terlepas dari sesaknya  kabut asap terus kami dengungkan saat ini.Â
Meski dengan kenyataan, hari raya Iduladha atau Idul Kurban tahun Ini, kami masih Jadi Korban asap akibat kebakaran hutan dan lahan yang masih saja terus terjadi di provinsi ini.
Pekanbaru, 11 Agustus 2019.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H