Di matamu aku hanyalah Binatang Jalang. Binatang jalang yang pernah mendatangimu di saat hujan turun di malam hari. Binatang jalang yang selalu mendatangimu di kala engkau tengah di landa sepi. Binatang jalang yang selalu hadir di kala engkau tengah merasa sendirian. Binatang Jalang yang selalu hadir setiap kali engkau merasa terabaikan.Â
Birahimu, ya birahimu itu selalu mampu memanggilku. Tapi kenapa sampai sekarang engkau tidak pernah mampu mengenali keberadaanku?
"Aku ingin melihatmu."
Hemm, bisakah engkau melihat udara yang saat ini ada di sekelilingmu?
Bisa kupahami kebimbanganmu. Dapat kurasakan 'rasa' was-was yang begitu besar di dalam hatimu. Bisa kulihat 'rasa' was-was yang saat itu tengah membolak-balikan isi hatimu. Bisa kupahami kemarahanmu melihat keakuanku yang saat itu terlihat begitu sombong di matamu. Yah, inilah aku. Suka tidak suka beginilah keadaanku.
Minumlah kopi yang baru saja kuseduhkan kusus buatmu itu. Apakah engkau  juga menginginkan rasa kopi yang ada di dalam cangkirku?
"Aku ingin menyatukan rasaku dengan rasamu. Hemm, bukankah engkau penyuka kopi? Kenapa engkau campurkan sedikit susu ke dalam cangkir kopimu?"
Aku memang menyukai kopi murni. Jujur saja aku menikmatinya. Hanya saja saat ini aku ingin lebih merasakan rasa yang hanya sekedar rasa kopi.Â
"Kenapa? Dan kenapa engkau hanya beri aku secangkir kopi murni yang jelas-jelas terasa begitu pahit di lidahku ini?"Â
Karena aku ingin engkau belajar, seperti ketika aku dulu baru pertama kali belajar menikmati rasa kopi.Â
Nikmatilah, rasakan kenikmatan kopi pahit di depanmu itu agar engkau paham arti memilih. Suatu saat engkau akan sadar, bahwa dengan menerima, ternyata rasa pahit itu dapat engkau  nikmati.