Kutatap sang Ratu dan Putri Mahkotaku yang masih tertidur pulas di atas ranjang tidurku.
"Mereka tanggung jawabku,” kataku lirih pada lelaki di dalam cermin yang kini sudah terlihat lebih bersih di depanku.
"Aku bimbang, tubuhku serasa remuk redam, hatiku serasa hancur berantakan. Orang ketiga itu telah menghancurkan kehidupanku bersama sang Ratu. Aku sendirian. Aku kini laksana sebatang pohon yang tengah goyang akibat diterpa angin yang begitu kencang. Aku laksana sebatang pohon yang hampir tercabut dari semua akar yang selama ini menjadi penopang hidupku.
Atas nama cinta, aku akan kembali merebutnya dari orang ketiga yang beberapa waktu lalu telah berhasil mencurinya dariku,” kataku lagi pada lelaki di dalam cermin itu.
Kutatap wajah pucat sang Ratu yang masih tergolek lemas di atas ranjang tidur di belakangku.
"Jarang sekali ada wanita yang mampu berpaling dariku, terlebih jika dia pernah jatuh ke dalam pelukanku,” kudengar suara seseorang dari luar kamar menyahuti ucapanku.
Dari balik tirai jendela kamar, kutatap orang ketiga yang tengah berdiri di luar kamar tidurku.
Kulihat senyum pongah orang yang telah 'menyetubuhi' Ratuku beberapa waktu yang lalu.
Kutatap mata jelalatan orang ketiga yang tengah merayapi sekujur tubuh sang Ratu.
"Beberapa waktu yang lalu, kau memang telah berhasil 'menyetubuhi' Ratuku. Kau boleh merasa puas karena telah berhasil merenggutnya dariku. Tapi tidak dengan hatinya. Dia milikku dan selamanya akan tetap menjadi milikku,” kataku, berusaha menekan amarah yang tengah menguasaiku pada orang ketiga yang kulihat tengah tersenyum penuh kemenangan sambil terus mengejek ke arahku.
"Dan aku meragukan itu. Ha..ha.,” katanya lagi, lalu tertawa terbahak-bahak, seolah menertawai kebodohanku.