Di kesunyian malam, disaat yang lainnya masih tertidur pulas, lagi-lagi aku masih terjaga sendirian. Setiap kali kumenatap wajah sang Ratu. Dendamku kembali membiru takala ingat bahwa orang ketiga itu telah berhasil merenggut kecantikannya dariku. Hatiku terasa perih takala ingat bahwa orang ketiga itu juga ternyata telah mencuri senyum manisnya itu dariku.
Di kesunyian malam, di antara derasnya air hujan, kembali kutatap wajah Putri Mahkotaku, kutatap wajah cantik yang di warisinya dari aku dan sang Ratu.
Di kesunyian malam, kembali kutatap cermin buram di depanku.Â
Di dalam kesendirian, masih kudapati seraut wajah yang tengah diam membisu sambil terus menatap ke arahku.Â
Di keheningan malam, kembali kutatap wajah lelaki yang sudah tidak muda itu. Di antara air hujan, kembali kutatap sorot mata yang sudah tidak setajam dulu.
"Apa yang sudah terjadi denganku? Apa yang terjadi dengan kapal yang tengah kunahkodai itu?"
Tanyaku pada lelaki yang masih diam membisu sambil terus menatap ke arahku.Â
Tak kutemukan jawaban dari lelaki di depanku. Aku berpaling kebelakang, kutatap sejadah lusuh di sudut kamar. Aku tergugu. Kembali kutatap wajah yang masih diam membisu di depanku.
"Apa yang terjadi dengan Sholat berjamaah yang tengah kuimami? Kenapa engkau hanya diam? Kenapa engkau hanya diam ketika melihatku yang hampir saja tidak lagi mampu menyelesaikan sholat lima waktu berjamah itu?" untuk yang kesekian kalinya, kembali kutanya lelaki yang tetap diam membisu di depanku itu.
Kubersihkan cermin buram di depanku. Sekali lagi kutatap wajah di depanku. "Aku tidak bisa terus-terusan seperti ini," kataku lagi sambil menggeleng-gelengkan kepalaku sendiri.
Mataku berpaling pada sang Waktu yang sedari tadi kulihat hanya diam, bergeming menatapku. Di antara sang Waktu.Â