Mohon tunggu...
Warkasa1919
Warkasa1919 Mohon Tunggu... Freelancer - Pejalan

Kata orang, setiap cerita pasti ada akhirnya. Namun dalam cerita hidupku, akhir cerita adalah awal mula kehidupanku yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pohon Kehidupan

21 Juli 2018   21:53 Diperbarui: 4 Februari 2019   16:00 2321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Apa bapak tidak merasa rugi menemani kami ngobrol disini? Padahal kalau dari tadi bapak jalan mungkin sudah lumayan dapat pelanggan,” kataku sambil tersenyum. Di aminkan oleh beberapa temanku.

“Apa yang musti di rugikan?” katanya seperti bertanya balik padaku, lalu dia melanjutkan. “ mungkin saya kehilangan beberapa pelanggan selama kita ngobrol disini dari tadi, tapi saya berprinsip rezeki itu sudah ada yang mengatur, dan rezeki itu kan bukan hanya berupa uang, bertemu dan mempunyai beberapa teman baru menurut saya itu juga adalah suatu rezeki.”

Lalu kembali melanjutkan pembahasan mengenai filosofi pohon kehidupan yang tadi sempat terhenti karena handphone-nya berbunyi tadi.

“Karena yang terjadi adalah efek pemanfaatan saja. Sumber daya manusia yang ada hanya untuk diperas sampai tidak lagi bisa menghasilkan untuk kemudian dibuang. Memang tidak se-ekstrim itu, dan mereka pun sudah pasti tidak akan mau mengakui hal itu, karena yang terjadi biasanya, ya disamarkan.

Padahal ketika akar sudah tak lagi dianggap penting, lambat laut pohon itu akan tumbang dengan sendirinya, apalagi ketika terhempas angin besar. Belum lagi tergerogoti hama dari dalam, tinggal tunggu waktu saja maka pohon yang semula rindang itu akan mati perlahan-lahan dengan sendiri nya.

Dan bila mati atau sampai tumbang. Efeknya juga akan merugikan sekeliling di mana pohon itu tumbuh. Sama hal nya dengan organisasi atau perusahaan yang tidak mengganggap penting sumber daya manusia sektor terbawah. Yang bekerja di bawah untuk kelangsungan hidupnya. Setidaknya hal seperti inilah yang jarang dipahami oleh pemilik atau manajemen perusahaan.”

Kami diam mendengarkan penjelasannya barusan. Menurutku memang masuk akal juga dengan apa yang di ucapak oleh pak Mario Teduh barusan. Kulihat teman-temanku, mereka juga diam, entah sedang memikirkan ucapan bapak Mario Teduh ini barusan. Entah sedang memikirkan yang lainnya. hanya dia dan Tuhan lah yang tahu. He..he..

“Memperhatikan karyawannya agar hidup sejahtera adalah kunci awal untuk membangun pola hubungan yang solid. Hingga organ-organ yang ada, bisa tumbuh bersama dan kuat bersama, sehingga berbagai tantangan dan ancaman yang datang dari dalam dan luar bisa dihadapi.

Jangan mengabaikan karyawan! Karena maju mundurnya sebuah perusahaan, ada juga peran dari karyawannya. Semoga bagi perusahaan yang masih menganggap karyawannya sapi perahan lekas sadar dan memulai perubahan. Sebelum perubahan itu datang, dipaksakan dari luar dan dari dalam, yang malah akan membuat efek yang tidak baik. Mari kita mulai belajar dari alam, bahkan dari sebuah pohon pun kita dapat mengambil pelajaran.

Dan anggap saja saat ini saya sedang menabur biji-biji dari pohon kehidupan. Semoga kelak biji-biji itu tumbuh menjadi pohon yang rindang dan bisa menjadi tempat berteduh bagi mahkluk lain yang membutuhkan,” katanya lagi sambil menutup pembicaraan.

“Aamiin,” kata kami hampir berbarengan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun